Shalat: Akal Jernih Berpikir

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah Harian Ke-3497
Sabtu, 11 Rajab 1446

Shalat: Akal Jernih Berpikir
Saudaraku, pembeda antara manusia dengan makhluk ciptaan Allah lainnya, sehingga karenanya memikul beban taklif sebagai khalifah dan abdullah adalah dikaruniaNya akal pikiran. Entahlah kalau ini tak ada atau tak digunakan atau rusak, apalagi dirusak.  Nah ikhtiar memberdayakan akal sekaligus memeliharanya agar tetap jernih, sehingga mampu berpikir logis dan memberi kebermanfaatan, maka shalat menjadi jawabannya. Inilah latar hadirnya muhasabah hari ini.

Sebagaimana diketahui bahwa shalat merupakan ibadah mahdhah yang menuntut totalitas kepribadian hamba dalam bersimpuh ke haribaan Allah ta'ala, baik fisik lahiriah, akliah maupun phikhis batiniahnya. Bila dalam muhasabah yang baru lalu telah mengingatkan bahwa shalat memvasilitasi ketentraman hati, maka hari memvadilitadi jernihnya akal. Kebersepaduan antara gerak lahiriyah dan akal pikiran serta hati spiritual memungkinkan kita berpikir jernih. Nah di sinilah letak urgensinya bahwa sebagai sarana untuk menjernihkan akal dalam berpikir terletak pada bagaimana shalat merupakan sistemik antara hati, akal pikiran, dan gerak lahiriah hamba. 

Dengan demikian, shalat merupakan ibadah mahdhah yang melibatkan gerakan anggota tubuh yang teratur seperti saat ruku', sujud, berdiri dan bacaan yang mengarahkan akal  agar menghayatinya dan hati terpaut hanya kepada Allah, sehingga merasa tentram bersamaNya. Di samping hati tentram, ketika kita menunaikan shalat dengan khusyuk seperti ini, juga akan membantu menenangkan pikiran yang barangkali dipenuhi keresahan atau kebingungan akibat aneka problema kehidupan yang dihadapinya. Gerakan sujud, "menyungkurkan wajah kita ke bumi" misalnya, bisa merepresentasikan ketundukan total kepada Allah, sekaligus merendahkan ego atau sifat ananiyah yang sering kali menjadi sumber kerumitan dalm berpikir.

Saat shalat, kita juga diarahkan untuk melepaskan segala urusan duniawiah untuk sementara waktu. Dengan membaca niat dan memulai takbiratul ihram, kita seolah-olah "mengistirahatkan" beban pikiran dan menyerahkannya kepada Allah. Tuntunan ini membantu mengurangi tekanan mental, sehingga setelah shalat, akal menjadi lebih jernih untuk berpikir dan membuat keputusan untuk kebahagiaan hidupnya. Inilah mengapa orang-orang yang istikamah merengjuh shalat adalah orang-orang yang berpikir lurus dan putusannya memberi kebermanfaatan untuk kehidupan.

Shalat memberikan ruang untuk muhasbah diri, introspeksi dan kontemplasi, sehingga memengaruhi bagaimana caranya akal dapat berpikir dengan baik dan cermat, hati merasa tentram karenanya. Bacaan yang dilafalkan dalam shalat, merupakan momen refleksi mendalam. Dengan mendekatkan diri kepada Allah, kita menyadari keterbatasan manusiawi kita dan memohon petunjuk serta kebeningan hati juga kejernihan akal.

Di samping itu, shalat fardhu yang dilakukan lima kali sehari semalam dan shalat-shalat sunat pada wsktu tertentu dapat melatih kedisiplinan dan keteraturan. Kebiasaan ini bukan hanya membentuk rutinitas spiritual tetapi juga memengaruhi cara berpikir yang positif, sistematis dan holistik. Inilah mengapa pikiran menjadi lebih teratur karena terbiasa mengambil jeda untuk merenung dan memperbarui niat.

Di atas segalanya, kekhusyukan dalam shalat membuat hati menjadi tentram, sehingga  pikiran bisa plong dan emosi yang membebani dapat diatasi, serta memungkinkan akal berpikir lebih jernih. Pikiran jernih lazimnya bermuara dari hati yang suci. Dengan demikian, shalat bukan hanya ritual fisik semata, tetapi juga proses pembersihan hati dan menjernihkan akal. Semoga.  

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama