Shalat itu Cerminan Diri

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah Harian Ke-3499
Sunah Ayyamul Bidh Ke-1 Senin, 13 Rajab 1446

Shalat itu Cerminan Diri
Saudaraku, setelah mengulangkaji tentang shalat yang memvasilitasi ketentraman hati, kejernihan akal dalam berpikir dan kesehatan badan yang prima sebagaimana muhasabah tiga hari terakhir ini, maka hal ini semakin mengukuhkan postulat bahwa shalat sejatinya cerminan diri. Bagaimana shalatnya, begitulah dirinya. Jika shalatnya indah, maka akhlak orangnya juga indah. Bila ada kesenjangan antara hal ini, sebaiknya melakukan muhasabah bagaimana shalatnya selama ini.

Dan seandainya ada penilaian kepribadian seseorang secara komprehensif, maka di antaranya dapat diketahui melalui shalatnya. Dengan kata lain, shalat yang dikerjakan dengan sesempurna keindahannya hanya ada pada seseorang yang sesempurna kepribadiannya. Dan untuk ini sudah bisa kita didik-biasakan pada anak-anak kita sejak mula sekali.

Saking pentingnya shalat, Ali Muhammad Sallabi dalam bukunya Kepemimpinan Umar bin Khattab menyampaikan bahwa di antara kebijakan dan strategi Umar dalam memilih pejabatnya diutamakan pada orang-orang yang memenuhi syarat akhlak dan spiritualnya. Di antaranya melalui bagaimana shalatnya. Bagi Umar, shalat adalah cerminan akhlak, tanggung jawab, dan keimanan seseorang dan ini pasti akan mewujud dalam kesehariannya. Mengapa? Ya, di antaranya melalui shalat tercermin keimanan yang kuat, ketulusan, dan kedisiplinan

Pertama, penunaian shalat yang istikamah menunjukkan kualitas imannya yang kukuh dan ilmunya yang mendalam dan kesehatannya yang prima. Hal ini akan merefleksi pada keteguhan hati dan kemampuan untuk menjalankan tugas dan amanah yang dipundakkan kepadanya dengan penuh tanggung jawab.

Dengan demikian, seseorang yang mampu menjaga shalatnya, dapat mengindikasikan adanya keterpautan yang amat kuat antara dirinya dan Allah zat yang menciptanya, merasa dalam pengawasanNya, sehingga akan berikhtiar senantiasa berbuat baik dan menjauhi perilaku yang tidak baik, apalagi mendhalimi. Di samping itu, keindahan shalatnya juga mengindikasikan adanya kesadaran akan kewajiban dan tanggung jawabnya. Kewajiban selaku hambaNya, tentu harus mengabdi sepenuh hati dan hal ini akan merefleksi pada kesadaran untuk mengerjakan tugas atau amanah yang dipundakkan kepadanya.

Kedua, ketulusan dan keskhusyukan. Dalam hal ini akan jelas diketahui apakah seseorang benar-benar menjaga shalatnya dengan penuh khusyuk atau hanya melakukannya sebagai formalitas. Shalat yang khusyuk menunjukkan keikhlasan hati, rasa takut kepada Allah, dan komitmen seseorang terhadap ibadahnya. Hal ini menunjukkan kedisiplinan spiritual yang mencerminkan integritas dan kejujuran. Jika seseorang menjaga shalat dengan baik, maka akan menjaga amanah dalam pekerjaannya.

Ketiga, kedisiplinan. Ya disiplin dalam menjaga waktu, disiplin dalam berpakaian yang rapi dan indah, dan disiplin berjamaah. Seseorang yang disiplin dalam shalat, juga cenderung disiplin menjaga amanah, cenderung memiliki etos kerja yang tinggi, pergi pulangnya tepat waktu, administrasinya rapi akurat dan amanah dalam mengemban tugas. Di samping itu kedisiplinan dalam shalat berjamaah, bukan saja sowan pada Allah sebagai  relasi vertikal, tetapi juga silaturahim hubungan horizontal dengan sesama jamaah. Hal ini amat penting bagi para - calon -  pejabat, sehingga dalam kesehariannya terbiasa berbaur dengan masyarakat dan memiliki kepedulian yang tinggi.

Begitulah, shalat itu meski mempribadi, ia baromater diri.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama