Muhasabah 28 Rajab 1444
Shalat: "Fana - Baqa"
Saudaraku, seperti yang telah diingatkan dalam muhasabah sebelumnya bahwa dalam kaifiyat lahiriyah shalat, ada kalanya posisi badan kita berdiri tegak tegap, ada kalanya rukuk, ada kalanya sujud dan duduk. Secara matematik, saat dalam posisi tegak berdiri kita membentuk sudut 180 derajat, saat posisi rukuk membentuk sudut 90 derajat dan saat posisi sujud membentuk sudut 45 derajat (karena setiap rekaat sujudnya dua kali maka 45 x 2 = 90 derajat). Dengan demikian dalam satu rekaat shalat terakumulasi 360 derajat. Dengan 360 derajat ini, berarti kita telah membentuk formasi sebuah lingkaran atau bola atau globe atau bisa juga dibaca nol (o).
Inilah ngenol dalam shalat dimaksudkan sebagai upaya mengosongkan diri dari apapun kepentingan dan apapun urusan selain mengingat Allah semata. Bahkan termasuk kesadaran akan diri juga harus larut dalam kemahabesaran Allah saja. Oleh karena itu, saat shalat, kita idealnya tidak memikirkan apapun tentang dunia, harta, tahta maupun keluarga, bahkan tentang diri kita. Satu-satunya yang kita pikirkan adalah Allah dengan segala kemuliaanNya. Adapun langkah praktisnya, saat shalat kita hanya memikirkan apa saja yang kita baca.
Secara sufistik, ketika shalat dalam setiap rekaatnya, kita telah membentuk lingkaran, maka bermakna sedang ngenol, atau menihilkan atau memfanakan kedirian kita sebagai manusia, sedangkan saat meneguhkan kesadaran bahwa hanya Allah saja yang ada disebut dengan baqa. Jadi saat shalat itu mustinya fana sekaligus baqa.
Ya inilah proses mengenolkan ego kedirian manusia, menihilkan sisi kedirian dan keduniawiannya sehingga yang ada hanya kesadaran tentang Allah semata.
Nah seandainya hal ini dapat dilakukan, maka sejatinya shalat merupakan instrumen ibadah paling penting sebagai upaya pendakian spiritual (tarakhi)nya hamba pada Rabbnya. Proses pendakiannya tentu melalui maqam-maqam tertentu yang pada saatnya Allah akan menyambut hambaNya dengan kemahamuliaanNya sehingga hamba merasakan aura kemuliaanNya pada dirinya. Dan pada gilirannya aura kemuliaan inilah yang senantiasa mewujud dalam perilaku nyata. Semoga kita mampu meraih dan merasainya. Aamiin ya Mujib al-Sailin.
Tags:
Muhasabah Harian