Muhasabah 22 Rajab 1444
Shalat itu Tertib
Saudaraku, dalam kaifiyatnya, seluruh rukun dan keindahannya shalat harus dikerjakan secara tertib; bukan saja tertib gerakan dan posisinya, tertib bacaannya, tetapi juga tertib waktu, tertib tempat dan tertib busana yang dikenakannya, bahkan juga tertib hatinya.
Ya, tentu, shalat musti dilakukan sesuai dengan ketentuan syariat. Waktunya telah ditentukan, syaratnya telah ditetapkan, rukun musti teratur, diikuti secara disiplin, dan berurutan sehingga sistemik menjadi satu kesatuan yang padu. Antar rukun yang satu dengan lainnya sudah padu tidak boleh dilangkahi apalagi ada yang diabaikan.
Setelah segalanya dipersiapkan, tentu harus berniat shalat, berdiri menghadap kiblat, bertakbiratul ihram, berikrar membaca doa iftitah, membaca surat al-Fatihah, membaca surat atau ayat al-Qur'an, rukuk, iktidal, sujud, duduk di antara dua sujud, sujud dan mengulanginya untuk rekaat berikutnya, hingga duduk tasyahud (awal juga akhir) dan diakhiri dengan salam menoleh ke kanan dan ke kiri merupakan rangkaian kaifiyat shalat yang musti dijaga dan diindahkan.
Karena mengerjakan shalat setidaknya lima kali sehari semalam dan shalat musti dilakukan secara tertib, maka secara behavioristik dipastikan budaya tertib telah memengaruhi kepribadian setiap orang Islam yang shalat. Bahkan, tentu budaya tertib telah menjadi akhlak mulia sehingga menjadi di antara identitas orang Islam. Ya, inilah mengapa shalat iti menjadi pembeda antara orang Islam dan selainnya.
Pertama, tertib itu sesuai dengan ketentuan syariat dan atau peraturan yang berlaku. Tentu, shalatnya tidak ada unsur "pencurian"; yakni tidak sinkron antara gerakan atau posisi dengan bacaannya, misalnya membaca surat atau ayat harusnya dilakukan usai membaca surat al-Fatihah saat masih berdiri, tapi diselesaikan ketika sudah rukuk; atau membaca sami'allahu liman hamidah tetapi masih dalam posisi rukuk; atau membaca bacaan sujud tapi duselesaikan di saat sudah duduk dan seterusnya.
Idealnya ya tertib, sebagaimana saat mengerjakan shalat, begitu juga di luar shalat. Maka orang-orang Islam itu keseharian hidupnya pasti menapaki dan menaati syariat Islam. Bagaimana syariat Islam bicara dan mengatur, begitulah hidup dan kehidupan orang-orang Islam. Bila dalam syariat sebagaimana saat shalat, ada hal-hal yang musti dikerjakan ya dikerjakan saja, bila ada hal-hal yang dilarang ya ditinggalkan saja. Kan enak? Mengerjakan apapun yang diperintah dan yang diizinkan, meninggalkan apa saja yang dilarang titik. Itulah tertibnya shalat; itulah tertibnya orang-orang yang merengkuhnya
Kedua, tertib itu teratur. Sebagaimana saat shalat, orang-orang Islam itu hidupnya teratur, dan tidak semrawut; mudah dipimpin, ngomongnya juga teratur terukur dan tidak boros juga tidak ngelantur. Bayangkan dengan takbiratul ihram, lafald Allahu akbar pertanda shalat dimulai, maka seketika itu suasana menjadi hening, semuanya mengikutinya dalam hati dengan gerakan dan atau posisi yang sama, menghada arah kiblat yang sama. Bagi yang terlambat, juga langsung menyesuaikan diri beradaptasi dalam kebersamaan yang bermakna. Tidak ada yang angkuh, tidak ada yang nyleneh. Subhanallah!
Ketiga, tertib itu disiplin. Sebagaimana saat shalat yang harus ditunaikan pasa waktunya dengan mengikuti seluruh ketentuannya, maka orang-orang Islam itu terbina menjadi pribadi-pribadi yang siap siaga, ontime, amanah dan menepati janji. Shalat telah menempanya menjadi pribadi yang tangguh, unggul, amanah, dapat dipercaya dan penuh tanggungjawab. Semoga lati, pekerti dan hati kita tertib tuk menggapai ridha Ilahi. Aamiin ya Mujib al-Sailin