Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 2 Syakban 1444
Seimbang: Sehat & Afiat
Saudaraku, kesadaran terhadap pentingnya merengkuh prinsip keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan fisik dan phikhis menyediakan latar konsekuensi logis yang mengiringinya, di antaranya kesehatannya yang juga bersifat fisik dan phikhis. Inilah yang dimaksudkan seimbang sehat wa afiat dalam judul muhasabah hari ini.
Sehat merujuk dan dimaksudkan untuk fisik bersifat lahiriyah, sedangkan afiat merujuk dan dimaksudkan untuk phikhis bersifat batiniyah. Jadi untuk menyatakan seimbang kesehatan fisik dan phikhisnya, lahir dan batinnya atau jasmani dan ruhaninya itu, digunakan terma sehat wal afiat. Nah sebaliknya, berarti ada juga sakit atau penyakit lahir yang bersifat fisik dan ada sakit atau penyakit bathin yang bersifat phikhis. Dengan demikian tentu juga ada obat/pengobatan penyakit fisik dan obat/pengobatan penyakit phikhis atau hati.
Organ fisik atau anggota badan yang sehat ditandai dengan fungsi yang diembannya dapat berlangsung seperti adanya tanpa gangguan apapun jua. Adapun afiat untuk menyatakan bahwa kesemua organ tubuh yang dimilikinya dapat berjalan dan mampu menunaikan sesuai tujuan pensyariatannya.
Mata dikatakan sehat, bila bisa digunakan untuk melihat sekaligus membedakan warna tanpa harus menggunakan kacamata, sedangkan afiat ketika mata hanya digunakan untuk melihat kebaikan saja. Mata yang harus dibantu dengan kacamata sejatinya sudah tidak sempurna lagi kesehatannya. Apalagi mata yang digunakan untuk melihat memata-matai mencari kekurangan orang lain. Berrarti matanya tidak afiat meski dapat melihat.
Telinga disebut sehat ketika dapat digunakan untuk mendengar bunyi-bunyian, tetapi telinga yang afiat ketika mendengan adzan berkumandang ia akan segera menuju tempat di selenggarakannya shalat berjamaah. Mulut yang sehat bila dapat digunakan untuk mengecap, merasai makanan dan mengunyahnya, tetapi afiat ketika dengannya lisan hanya digunakan untuk berkata kebaikan saja bukan untuk membujuk, memfitnah dan atau membuat ujaran kebencian lainnya. Demikian seterusnya
Akan tiidak seimbang ketika organ fisik atau anggota badannya timpang. Misalnya badannya sehat bugar tetapi tidak bersyukur atau dengan kesehatannya tidak digunakan untuk ketaatan terhadap Rabbnya. Sebaliknya, afiat saja tapi tidak sehat juga menjadi tidak sempurna. Begitulah Islam menuntun umatnya unttuk seimbang sehat wa afiat.
Meski demikian, unik memang, bila kesehatan - fisiknya - terganggu seperti menderita sakit, maka justru menjadi peluang menghapus dosa. Nabi bersabda Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, penyakit, dan juga kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengannya dosa-dosanya (Hr. Muslim)
Tetapi bila sebaliknya yakni afiatnya yang terganggu atau organ tubuhnya tidak berfungsi sesuai dengan pensyariatannya, maka dengannya justru akan memperburuk "hatinya", lantaran penambahan dosa-dosa karenanya. Makanya oleh Imam Al-Ghazali seluruh organ atau anggota tubuh manusia itu perpanjangan tangan dari hatinya. Ia bagaikan bala tentara yang siap mengemban apapun titah (hati) rajanya..
Hal ini merujuk pada hadits Nabi bahwa Rasulullah saw pernah bersabda,’Ingatlah, dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Kalau segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya. Tetapi, bila rusak, niscaya aka rusak pula seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu bernama qolbu.” (HR Bukhari dan Muslim). ‘Hati’ atau qalbu inilah sebenarnya pangkal keindaahan dan kemuliaan seseirang. Kunci keindahan yang sesunguhnya adalah kemampuan seseorang merawat serta memperhatikan kecantikan dan keindahan hati. Karena dengannya akan newujud dalam kebaikan dari seluruh organ atau anggota tubuhnya.
Semoga kita dianugrahi diri yang sehat wa afiat. Aamiin ya Mujib al-Sailin
Tags:
Muhasabah Harian