Seimbang Lahir Batin

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 1 Syakban 1444

Seimbang Lahir Batin
Saudaraku, setelah sebulan mengulang kaji tentang shalat, maka di antara natijahnya adalah melahirkan keseimbangan. Oleh karenanya mengawali bulan Syakban ini muhasabah mengambil tema seimbang atau keseimbangan. Ia di antaranya menjadi prinsip idealitas yang didambakan dalam hidup dan kehidupan. Maka hidup musti seimbang. Kali ini akan menyoal seimbang antara fisik dan phikhis atau seimbang lahir bathin.

Ya, diri kita ini atas anugrah Allah, terdiri dari unsur jasmani atau fisik dan ruhani atau phikhis. Antara unsur fisik dan phikhis musti seimbang. Untuk ini setidaknya seimbang dalam tiga hal, yaitu seimbang pemenuhan kebutuhannya, seimbang pertumbuhan dan perkembangannya, juga seimbang paras dan petangainya.

Pertama, seimbang antara pemenuhan kebutuhannya. Karena setiap kita terdiri dari fisik dan phikhis, maka kebutuhannya terhadap keduanya musti dipenuhi secara serasi seimbang. 

Fisik memiliki kebutuhan yang bersifat lahiriyah berupa pangan, sandang dan papan. Jadi kualitas asupan gizi dari makanan, minuman, dan buah-buahan menjadi penting. Tentu, termasuk olah raga dan tempat tinggal. Maka oleh Islam kita dituntun memenuhinya secata proporsional. Di antata tuntunannya Allah berfirman yang artinya Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. (Qs. Al-A'taf 31)

Dari Abu Hurairah Rasulullah Saw. bersabda, Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai Allah daripada mukmin yang lemah. Pada masing-masing memang terdapat kebaikan. Capailah dengan sungguh-sungguh apa yang berguna bagimu, mohonlah pertolongan kepada Allah Azza wa Jalla dan janganlah kamu menjadi orang yang lemah.” (HR Muslim no. 2664)

Adapun phikhis memiliki kebutuhan yang bersifat bathiniyah, seperti keimanan, bimbingan, nasihat, keamanan, kenyamanan, aktualisasi diri, dan pengakuan atau apresiasi yang wajar. Antara kebutuhan fisik dan phikhis benar-harus seimbang, bila tidak ingin timpang. Keduanya mussti serasi simbang dan simulthan tanpa harus ada yang dikesampingkan.

Kedua, seimbang antara pertumbuhan dan perkembangannya. Bila kata 'pertumbuhan' lebih merujuk pada ranah fisik, maka term 'perkembangan' merujuk pada ranah phikhis. Pertumbuhan fisik bermula dari bayi yang imut-imut nan lembut, lalu anak balita yang menggemaskan, lalu anak-anak remaja, lalu menyempurna menjadi pemuda, lalu melemah menjadi tua dan renta. Pertumbuhan ini mewujud dalam perubahan yang lamban dan lama tapi pasti pada perubahan fisik, suara, daya tahan dan selainnya yang melekat padanya.

Adapun perkembangan yang merujuk pada phikhis seperti sifat, katakter, penguasaan ilmu pengetahuan dan keimanan yang kesemua ini idealnya mengikuti pertumbuhan fisiknya. Jadi saat bayi atau anak-anak atau remaja atau dewasa atau tua ya pertumbuhan dan perkembangannya musti seimbang. Bila timpang, maka ada saja yang bilang jiwanya tak sesuai dengan usianya atau sebaliknya usianya tak seperti sifatnya.

Ketiga, seimbang antara paras dan perangainya. Menurut al-Qur'an,  manusia itu dicipta dengan sebaik-baik ciptaan. Allah menegaskan dalam firmanNya yang artinya Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya".(Qs. Al-Tin 4). Tentu, ini mulanya bisa merujuk pada keberadaan fisik atau parasnya, meskipun kemudian juga bisa dipahami sifat, perangai dan seluruh eksistensinya. 

Inti yang mau disampaikan adalah karena manusia itu dicipta dengan sebaik-baik bentuk, rupa, dan parasnya, maka idealnya diseimbangi diseimbangkan dengan sebaik-baik perangai dan akhlaknya. Jadi cantik lahir cantik batin, tampan lahir tampan batin. Semoga. Aamiin ya Mujib al-Sailin

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama