Muhasabah 10 Jumadil Akhir 1444
Energi Tawakal
Saudaraku, bila logika muhasabah yang baru lalu diteruskan setelah membaca energi ikhtiar dan doa, maka kita akan sampai pada tuntunan tentang tawakal. Inilah latar muhasabah hari ini sehingga diracik dengan judul energi tawakal. Tentu, agar energinya kuat, maka tawakal harus dipahami dan dipraktikkan secara benar.
Ya, tentu, tidaklah dinamakan tawakal ketika seseorang yang dalam menjalani hidupnya hanya dengan berpangku tangan saja, tidak melakukan apa-apa, hanya pasrah dan berharap orang lain atau Allah membantunya.
Juga bukanlah sikap tawakal jikalau seseorang yang membiarkan melepaskan untanya - baca mobilnya, motor atau kendaraannya, rumahnya, tokonya, dan harta miliknya - begitu saja tanpa pengawasan dan tanpa pengamanan dengan alasan sudah dipasrahkan kepada Alllah atas apapun yang akan terjadi atasnya.
Dengan ilustrasi seperti ini, karena tawakalnya salah, maka tidak ada energinya, tidak ada kekuatan apa-apa, bahkan lemah dan lepas dari segalanya. Harusnya doktrin tawakal dipahami dan dipraktikkan secara benar. Seperti yang sudah lazim diketahui bahwa tawakal itu merupakan di antara bagian dari satu kesatuan yang sistemik, sehingga tidak bisa sempurna kecuali dengan seluruh komponen yang padu itu. Masing-masing menghajatkan satu atas lainnya, sehingga tidak bisa dipisah-pisahkan. Komponen ini meliputi ikhtiar yang sungguh-sungguh (jihad, ijtihad dan mujahadah), doa, tawakal, ridha, qanaah, sabar, dan syukur.
Karena kita menyandarkan sepenuhnya pada Allah dengan mematuhi sunatullahNya yang berlaku, idealnya dengan bertawakal justru melahirkan energi positif yang unlimited, sampai tak jangkau sama sekali secara insani. Allah berfirman yang artinya, barangsiapa bertawakal kepada Allah, ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (Qs. Al-Anfal 49)
Normativitas yang terjemahannya tertera di atas secara tersirat bahwa Allah menjamin dengan menganugrahi kekuatan dan kearifan hidup kepada orang-orang yang bertawakal kepadaNya.
Karena dengan tawakal atau penyerahan diri sepenuhnya (sebagai seorang muslim, yang berserah diri) kepada Allah, maka Allah menerima penyerahan dirinya, lalu membukakan baginya keberkahan hidup mencurahkan nikmat dan keberkahan, yang kebaikan dan kebajikannya senantiasa bertambah dan bertambah sekaligus melenyapkan rasa fesimis, khawatir, susah gulana dan segala energi negatif yang tersisa.
Inilah alasannya mengapa tawakal itu merupakan instrumen yang melahirkan energi positif, yang mampu mengubah kegagalan menjadi pelajaran atau bahkan peluang, memvasilitasi peluang menjadi kenyataan, mengubah kenyataan menjadi hikmah kehidupan. Tawakal juga menuntun kepada kesuksesan, menjadikan kesuksesan menjafi rasa syukur.
Nah, tentang ajaran tawakal ini, semoga kita tidak gagal mengerti dan terhindar dari gagal aksi. Aamiin ya Mujib al-Sailin
Tags:
Muhasabah Harian