Muhasabah 11 Jumadil Akhir 1444
Energi Syahadat
Saudaraku, terlahir dan hidup dalam kondisi Islam merupakan di antara awal mula keberuntungan (baca kebahagiaan) kita sebagai seorang hamba atas kemahamurahan Allah ta'ala. Meskipun demikian tetap saja formalisasi keislaman harus dibuktikan dengan naik saksi yakni syahadatain dengan melafalkan asyhadu anlaa ilaaha ilallah wa asyhadu anna muhammadarrasulullah (saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad saw adalah utusan Allah).
Dalam keluarga muslim, sejak mula sekali kita juga disyahadatkan dengan diperdengarkan kalimat thayibah oleh keluarga dan dipersaksikan lingkungan sosiokulturalnya dalam ritual akikah, yang sudah mentradisi. Kemudian dilanjutkan dengan pendidikan dan pengasuhan secara islami pada masa-masa berikutnya. Makanya banyak di antara kita yang islamnya "warisan" tidak mengetahui secara persis kapan lisan kita sendiri melafalkan syahadat atas formalitas keislaman diri. Apa saat balita saat ditatih oleh orangtua/guru kita, atau saat kanak-kanak, atau saat dikhitan atau bahkan saat ijab qabul pernikahan kita. Pokoknya Islamnya sedari lahir dan hidup dalam Islam.
Tentu berbeda dengan saudara-saudara kita yang terlahir pada keluarga yang belum merengkuh Islam, sehingga hidayah keislamanannya baru diraih kemudian. Ini sangat jelas, formalitas keislamannya ya sejak melafalkan syahadatain, asyhadu anlaa ilaaha ilallah wa asyhadu anna muhammadarrasulullah.
Di samping pembuka keberuntungan hidup di dunia, syahadat juga merupakan pembuka keberuntungan hidup di akhirat. Bagaimana logikanya?
Tentu, syahadat itu sendiri sejatinya didasari oleh suatu keyakinan yang kuat pada Allah ta'ala. Secara sempurna, iman ini mencakupi pembenaran di hati bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad saw adalah utusan Allah, diikrarkan di lati seraya melafalkan asyhadu anlaa ilaaha ilallah wa asyhadu anna muhammadan rasulullah dan kesaksian ini musti mewujud dalam praktik pekerti hari-hari yang islami.
Karena selama hidupnya di dunia merengkuh Islam, maka kesejahteraan, kedamaian dan keselamatan menjadi konsekuensi yang melekat sepanjang hidupnya di dunia hingga akhir hayatnya. Dan karena dunia itu mazra'atul akhirah (sawah ladangnya akhirat), maka kesejahteraan, kedamaian dan keselamatan pasti bersambung dan bahkan mendapat kesempurnaan juga keabadiannya di akhirat. Begitulah keyakinan dan realitas bagi yang benar-benar merengkuh Islam.
Dengan logika itu, ketika hidup di dunia inu belum atau tidak merasakan kesejahteraan, kedamaian dan keselamatan, maka masalahnya bukan pada Islamnya tapi pada bagaimana cara ia berislamnya. Maka perlu berguru agar tahu, perlu belajar cara berislam.
Ya, kembali energi syahadat berikutnya. Dengan bersyadahat maka sejatinya telah mempersaksikan bahwa dirinya terbebas dari kemusyrikan, kemunafikan dan kefasikan. Dan ketika menjadi seorang muslim sejati, maka ia tidak akan pernah menyekutukan Allah dengan sesuatupun. Dan ketika menjadi seorang muslim sejati, maka ia tidak akan pernah bermuka dua, mencla mencle, pagi tahu sore tempe, tidak sinkron antara hati, lati dan pekerti. Demikian juga, ketika menjadi seorang muslim sejati, maka ia tidak akan pernah melanggar aturan.
Di samping itu dengan bersyadahat maka sejatinya padanya telah melekat hak dan kewajiban sebagai seorang muslim di manapun berada. Ia harus menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim, baik kepada Allah, diri, sesama dan lingkungan sekitarnya. Tetapi ia juga memperoleh hak-haknya sebagai seorang muslim dari sesamanya. Semoga kita benar-benar merengkuh Islam. Aamiin ya Mujib al-Sailin
Tags:
Muhasabah Harian