Muhasabah 12 Jumadil Akhir 1444
Energi Dzikrullah
Saudaraku, energi dzikrullah dapat langsung dirujuk dalam Al-Qur'an dimana Allah berfirman yang artinya (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan dzikrullah. Ingatlah, hanya dengan dzikrullah hati menjadi tenteram. (Qs. Al-Ra'du 28)
Berdasarkan normativitas yang terjemahannya tertera di atas di antaranya diyakini bahwa dzikrullah yang dilakukan oleh orang-orang beriman menjadi penentram hati.
Dzikrullah lazimnya dipahami setidaknya menyebut Allah, mengingat Allah, mengucapkan kalimat thayibah, seperti la ilaha illallah, subhanallah wabihamdih, subhanallah al-adzim, Allahu Akbar, dan lain sebagainya. Ya bisa jadi ketiganya terjalin berkelindan saling melengkapi sebagai ikhtiar untuk mendekatkan diri kdpada Allah
Dengan makna pertama saja dengan menyebut lafald Allah, apalagi berulangkali disertai dengan hadir hati atau kesadaran dan keyakinan penuh terhadap Allah, maka hati menjadi tentram. Meminjam analisis esoterik sufistik, menyebut Allah (dzikrullah) itu merupakan maqam sebagai ikhtiar hamba sedangkan ketentraman hati itu merupakan kondisi psikologis (hal - ahwal) anugrah Allah.
Dzikr termasuk dzikrullah dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja pada saat dan tempat yang kondusif, serta tak terikat jumlahnya. Adapun dzikr termasuk dzikrullah yang dilembagakan atau diformalkan, lafaldnya, urutannya, dan jumlahnya atau bahkan waktunya, kemudian dikenal istilah wirid atau wiridan. Bahkan dalam praktiknya saking khusyuknya bisa meningkat lagi menjadi tafakur. Ini dzikr dan wiridnya tidak lagi dengan lisan, tetapi dengan hati.
Secara praktis kita bisa memulai atau bahkan mendawamkan melakukan dzikrullah. Sebagai kondisioning untuk menjemput karunia Allah berupa ketentraman hati, idealnya kita menyediakan waktu khusus untuk dzikrullah, seperti setiap bakda shalat fardhu yang lima, di sepertiga akhir setiap malam atau waktu lain yang syukur-syukur mustajabah. Memejamkan mata mungkin diperlukan agar khusyuk atau lebih fokus pada Allah, melafalkan Allah seraya membayangkan kasih sayangNya terutama kepada diri kita dan keluarga, kemahamurahanNya bagi hamba-hambaNya, keagunganNya, keadilanNya dan seterusnya.
Ketentraman hati bisa saja dirasakan bahkan secara lahiriyah seperti serasa bergetar atau merinding, menangis, tenang seraya hanyut dalam kemesraan bersama Allah Sang Kekasih yang disebut-sebutnya. Aamiin ya Mujib al-Sailin
Tags:
Muhasabah Harian