Muhasabah 24 Jumadil Akhir 1444
Energi Pujian
Saudaraku, bila energi senyuman begitu signifikan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan manusia, apalagi disertai pujian. Ya pujian yang ikhlas dan proporsional dapat menjadi energi positif yang memotivasi, menguatkan, menjustifikasi, menyemangati, dan menginspirasi diri untuk menjadi lebih baik. Oleh karena itu, dalam dunia pendidikan, pujian sebagai bagian dari reward termasuk di antara strategi yang lazim dipraktikkan. Ia disandingkan dengan punishment.
Realitas yang ada, diakui atau tidak, setiap orang cenderung suka bila dipuji dan sebaliknya tidak suka kalau dikritik apalagi dicaci, dimaki atau dirundungi, dibully. Dan ketika dipuji entah karena memang relevan dengan kondisinya yang baik atau lantaran prestasinya yang diraih, seseorang akan semakin percaya diri setidaknya merasa memperoleh justifikasi eksternal atas apa yang ada pada dirinya atau tentang prestasi apapun yang diraihnya.
Lebih jauh kemudian akan menguatkan secara internal untuk mempertahakan hal-hal yang sudah baik atau bahkan meningkatkannya. Sebagai bukti akan hal ini, coba lihatlah betapa maraknya dan digandrunginya acara apresiasi, malam penghargaan, pesta award, pemberian adipura dan penganugrahan apapun atas kondisi dan prestasi yang diraih. Jadi, sekali lagi setiap orang suka dipuji.
Hanya saja ada hal yang musti diingat untuk dihindari yakni timbulnya sikap sombong karenanya, baik sombong karena kondisinya, takabur karena prestasinya maupun besar kepala karena pujiannya. Mengapa sombong tidak etis? Ya lah, karena secara religius sejatinya muara puji-pujian itu hanya berpulang pada Allah ta'ala saja. Gak percaya?
Coba, seandainya dipuji, maka apa dan bagaimana akhlak meresponinya? Saya yakin seandainya dilakukan polling akan membuktikan respon terindah adalah "alhamdulillah" atau "alhamdulillahi rabb al-'alamiin, segala puji bagi Allah Rabb sekalian alam, terima kasih, matur nuwun.
Andai dianugrahi wajah cantik atau tampan, lalu dipuji "duh, cantiknya!" "ya Allah, tampannya!" Atau saat menjuarai turnamen tertentu, atau saat meraih prestasi tertentu, bukankah semua ini merupakan karunia Allah yang layak disyukuri? Makanya saat dipuji, lisan kita reflek melafalkan alhamdulillahi rabb al-'alamiin, terima kasih. Begitu seterusnya, saat dipuji, kitapun memuji Allah.
Dengan demikian energi pujian yang paling dahsyat adalah mensyukuri seraya menghubungkan diri dengan kemahatinggian Ilahi. Semoga! Aamiin ya Mujib al-Sailin
Tags:
Muhasabah Harian