Energi Membaca

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 21 Jumadil Akhir 1444

Energi Membaca
Saudaraku, energi tulisan sebagaimana telah diingatkan dalam muhasabah yang baru lalu bisa benar-benar menakjubkan, bila tulisan itu dibaca, ya, dibaca dan dibaca. Maksudnya di sini dibaca secara kreatif. Inilah latar mengapa tema muhasabah hari ini diracik di bawah judul energi membaca. 

Dalam Islam, tentang tuntutan melakukan pembacaan kreatif bisa langsung dirujuk pada al-Qur'an, yakni surat al-Alaq. Lima ayat pertama surat ini, bahkan sebagai wahyu pembuka yang pertama kali diturunkan Allah atas Nabi Muhammad saw. Bacalah, dengan (menyebut) nama Rabbmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmu lah Yang Mahamulia, yang mengajar manusia dengan pena, Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya (Qs. Al-Alaq 1-5) 

Berdasarkan normativitas yang terjemahannya tertera di atas, bisa dimengerti bila kemudian para cerdik cendekia menyatakan bahwa tuntutan membaca mampu membebaskan manusia dari kejahiliyahan (kebodohan), membebaskan manusia dari kemusyrikan, dan mampu melahirkan peradaban yang adi luhung. Endingnya, membaca juga memvasilitasi memperoleh surga 

Pertama, membaca membebaskan manusia dari kejahiliyahan (kebodohan). Karena membaca menjadi tuntutan pertama, maka sejatinya sangat gamblang untuk menyatakan bahwa Islam menuntun umatnya agar menjadi pribadi cerdas, melek huruf, melek sain dan teknologi juga melek literasi. Semenjak Al-Qur’an diturunkan dan dijadikan pedoman dalam mengarungi kehidupan di dunia ini, maka sejak itu juga mulai membersihkan kejahiliyahan dan menggantikannya dengan Islam yang berkeadaban.

Kedua, membaca membebaskan manusia dari kemusyrikan. Dengan membaca, manusia akan menjadi cerdas, menguasai ilmu dan hikmah. Nah, sebagai konsekuensi logisnya bahwa semakin tinggi penguasaan ilmunya, maka akan semakin tahu dan dekat dengan Rabbya. Orang cerdas akan terhindar dari keyakinan yang salah, apalagi yang palsu dan menipu. Inilah mengapa bila ilmunya luas, maka imannya teguh terhindar dari kemusyrikan, jauh dari politheisme.

Ketiga, membaca melahirkan peradaban yang adi luhung. Dalam Islam, membaca tidak sembarang membaca, tetapi aktivitas yang sangat kompleks sejak menerima, mengalami, menelaah, mengintepretasi bahkan sampai mengambil sikap bijak karenanya. Jadi orang-orang yang cerdas membaca, akan melahirkan sikap mulia dan dari sini peradaban dimulai. Oleh karenanya dalam lima ayat pertama yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw yang terjemahannya twrtera di atas merupakan deklarasi peradaban, karena ternyata “membaca” merupakan identitas manusia yang beradab dan memvasilitasi terciptanya peradaban yang adi luhung. 

Dengan membaca ayat-ayat qauliyah yang termaktub dalam al-Qur'an melahirkan ilmu-ilmu naqliyah yang memvasilitasi kukuhnya iman, luasnya ilmu dan keshalihan amalnya. Adapun membaca ayat-ayat kauniyah yang dibentangkan di altar semesta memvasilitasi lahirnya ilnu pengetahuan, sains dan teknologi. 

Kedua kategori ayat di atas dan kuatnya iman ilmu dan amal secara sistemik menjadi menjadi pilar utama peradaban Islam. Dan dahsyatnya peradaban Islam yang adi luhung ini bukan saja memvaslitasi hidup bahagia (baca surga) di dunia tetapi juga di akhiratnya. Semoga kita dianugrahi kemampuan untuk membaca, membaca, dan membaca. Aamiin ya Mujib al-Sailin

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama