Energi Bahagia

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 29 Jumadil Akhir 1444

Energi Bahagia
Saudaraku, serangkaian muhasabah tentang pentingnya merengkuh  energi positif (muhasabah ke-1) telah diingatkan sejak mula bulan ini hingga di penghujungnya hari ini. Mengapa? Ya, agar meraih rasa bahagia demi rasa bahagia.

Dalam Islam, energi yang paling dahsyat untuk melahirkan rasa bahagia adalah iman kepada Allah (muhasabah ke-2). Ya, iman musti terhunjam di hati, lati naik saksi, dan pekerti menjadi bukti, agar menjelma menjadi energi yang juga adikodrati. Dengan energi iman akan mengarahkan kita pada jalan yang benar, jalan yang bukan saja akan mengantarkannya pada kebahagiaan, tetapi kebahagiaan itu juga dinikmati di sepanjang perjalanan. Dengan iman yang kukuh, akan melahirkan niat yang lurus dan ikhlas, maka kita juga diingatkan tentang energi niat (muhasabah ke-3). Niat itu mengakomodir hasrat kuat juga semacam krentek ati, keinginan atau kemauan atau perencanaan yang dengannya menghendaki pemenuhannya dengan ghirah dan gairah tertentu. 

Dan tentu, niat yang lurus di sini musti lillah. Untuk ini diperlukan penguasaan ilmu (muhasabah ke-4).  Ya, ilmu yang benar-benar ilmu, ilmu yang amaliyah, bukan ilmu yang membuat angkuh, bukan ilmu yang menyebabkan pongah, bukan ilmu yang menjadikannya jauh dari Allah pemiliknya. Tetapi ilmu yang menyebabkannya rendah hati, ilmu yang menjadikannya sopan juga santun, ilmu yang kebermanfaatannya meluberi sesamanya dan ilmu yang mengantarkan dirinya dekat mendekat ke Allah Rabbuna. Dengan demikian, ilmu musti amaliyah agar energinya melampaui (muhasabah ke-5). Agar bisa melampaui, maka amal baik yang dikerjakan idealnya berulang-ulang secara istiqamah sehingga melahirkan cinta. Dan kita menjadi semakin tahu betapa dahsyatnya energi cinta itu (muhasabah ke-6).

Ketika energi cinta  belum juga dirasakan, maka idealnya segera bertaubat, kembali kepada - jalan dan ridha - Allah. Inilah mengapa energi taubat musti diraih segera (muhasabah ke-7), karena dengannya dapat memvasilitasi rasa bahagia juga terkabulnya doa.

Begitulah ikhtiar hamba dalam menjemput bahagia. Sembari ikhtiar (muhasabah ke-8) tentu harus dibarenangi dengan doa sebagai upaya menjemput karuniaNya (muhasabah ke-9) dan tetap tawakal pada Allah dengan sebenar-benarnya (muhasabah ke-10).

Secara praktis dalam berislam kita juga diingatkan betapa energi syahadat (muhasabah ke-11) sangat signifikan dalam menjalani hidup di dunia ini. Ia bukan saja identitas tetapi juga komitmen. Untuk menyempurnakan keberkahannya, kita mereguk energi dzikrullah (muhasabah ke-12) sehingga hati kita benar-benar tentram karenaNya. Berikutnya secara praktis energi shalat (muhasabah ke-13) baik yang fardhu maupun sunat, tentu sangat menentukan. Demikian juga energi puasa (muhasabah ke-14), energi zakat (muhasabah ke-15), energi haji (muhasabah ke-16).

Dalam menjalaninya musti mengenakan pakaian akhlaq al-karimah, terutama sabar (muhasabah ke-17) dan syukur (muhasabah ke-18) sehingga energinya memengaruhi keseimbangan hamba meraih ketidhaanNya. Bila tata laku atau sikap seperti syukur dan sabar seperti ini memiliki energi yang luar biasa, maka demikian halnya tata tutur atau kata-kata (muhasabah ke-19). Ya kata-kata bisa memvasilitasi jalan ke surga, tetapi juga bisa sebaliknya ke neraka. 
Demikian juga energi tulisan (muhasabah ke-20).

Energi tulisan bisa benar-benar menakjubkan, bila tulisan itu dibaca, ya, dibaca dan dibaca. Maksudnya di sini dibaca secara kreatif agar energi membaca menjelma secara nyata (muhasabah ke-21). Membaca bisa membebaskan manusia dari kejahiliyahan dan kemusyrikan serta mengantarkannya meraih peradaban yang gilang gemilang sehingga memvasilitasi kebahagiaan.

Ya, itu ketika berislam harus mewujud dalam seluruh aspek kehidupan. Dalam hubungannya dengan sosial kemasyarakatan saat bertemu antar saudara atau memulai pembicaraan kita dituntun untuk saling memberi salam, lalu ramah bertegur sapa  berbagi senyum keceriaan. Inilah pentingnya mereguk energi salam (muhasabah ke-22), seperti meneguhkan identitas, doa sekaligus berbagi keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan.  Lalu energi senyuman (muhasabah ke-23) dan energi pujian (muhasabah ke-24).

Bila kita cermati, maka seluruh ikhtiar yang berbasis akhlaq al-karimah tersebut di atas sejatinya kita sedang memperbesar gravitasi langit yang meninggi sebagaimana diingatkan dalam judul energi langit (muhasabah ke-25) dan secara proporsional menangkap energi bumi (muhasabah ke-26) yang  merendahhati. Di samping itu juga meraih energi malam (muhasabah ke-27) yang tenang, hening, sepi,  damai, mesra dan khusyuk. Sementara energi siang (muhasabah ke-28) kita berikhtiar mewujudkan mimpi sebelumnya, sehingga energi kebahagian demi kebahagiaan (muhasabah ke-29) dapat dirasakan. Dengan demikian energi bahagia itu menuntun kita untuk meraih bahagia berikut. Begitu seterusnya hingga Allah menyempurnakannya di sisiNya kelak. Aamiin ya Mujib al-Sailin

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama