Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 19 Jumadil Ahir 1444
Energi Kata-kata
Saudaraku, bila tata laku atau sikap (seperti syukur dan sabar) seperti yang sudah diingatkan dalam muhasabah yang baru lalu memiliki energi yang luar biasa, maka demikian halnya tata tutur atau kata-kata. Inilah juga yang melatari tema energi dari muhasabah ini tentang kaya-kaya, sehingga diracok di bawah judul energi kata-kata.
Ya, tentu, kita tidak boleh gegabah mengucapkan kata-kata tertentu dari lisan kita, kecuali sudah dipastikan bagwa kata itu hanya yang baik-baik saja, hanya yang enak didengar wae, dan hanya yang mendatangkan manfaat saja.
Nah, begitulah Islam menuntun kita. Sebagai agama yang bersifat universal dan komprehensif, din al-Islam menuntun kita umatnya agar bahagia dunia akhirat. Oleh karena seluruh aspek kehidupan manusia dapat dirujuk pada ajaran Islam, baik langsung maupun tidak. Panduan dan tuntunan terhadap seluruh perbuatan manusia tersedia, bahkan hingga detilnya. Termasuk mengucapkan kata tertentu. Sebuah riwayat yang amat populis, dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata baik atau diam." (HR. Bukhari).
Mengapa musti berkata yang baik? Apa alasannya harus bertutur yang terukur? Bagaimana argumen musti melafalkan sesuatu yang bermanfaat saja? So, yang pasti karena kata itu punya makna; karena kata itu memiliki energinya yang luar biasa.
Bila secara teologis normatif, rasanya memadahi bila diyakini bahwa kata-kata itu doa, bahwa kata-kata - laa ilaha illallah - membawa kita ke surga, maka secara ilmiah juga terbukti kebenarannya. Penelitian ilmiah yang dilakukan oleh Emoto ilnuwan dari Hado Institute Jepang seperti dalam postingan Edward Ridwan membuktikan bahwa kata-kata itu amat bermakna, memengaruhi jiwa membentuk kepribadian manusia.
Emoto bukan hanya meneliti tentang bagaimana reaksi air terhadap kata-kata yang dibacakan padanya, tetapi juga menggunakan media nasi, makanan pokok hari-hari kita.
Dalam penelitian tersebut, nasi yang sama dibagi ke dalam 3 wadah yang berbeda. Kemudian pada nasi pertama, diberi tulisan positif. Seperti, “Kamu baik, I love You, terima kasih,” dan lain sebagainya. Nasi kedua diberi tulisan yang negatif. Semisal, “Kamu busuk, jahat, aku benci kamu.” Sementara nasi ketiga dibiarkan saja tanpa tulisan apa-apa.
Saban hari setiap ke situ, nasi-nasi itu dibacakan kata-kata yang tertulis di masing-masing wadahnya. Apa yang terjadi kemudian? Ternyata sangat mengejutkan. Pada hari ke-27, nasi pertama―yang diberi tulisan kata-kata positif―menjadi tidak basi. Ia hanya berjamur, tapi jamurnya bukan yang bau, melainkan jamur ragi yang wangi. Nasi kedua, secara mengejutkan menjadi basi, menghitam dan busuk lebih cepat. Sementara nasi ketiga, nampak berkerak kehitaman alami.
Akhirnya Dr. Emoto mengambil kesimpulan bahwa, memang kata-kata memiliki dampak kekuatan yang mempengaruhi kondisi seseorang dan sesuatu.
Dalam bukunya The True Power of Water, ia menunjukkan bahwa air yang selalu dibacakan kalimat-kalimat positif membentuk Kristal persegi enam yang sangat indah. Sementara jika kata-kata yang diucapkan adalah negatif, air tersebut kristalnya menjadi rusak dan tak beraturan.
Di samping itu, secara antropologi, terdapat labelling theory atau teori menandai atau teori melabeli. Teori ini mengatakan bahwa identitas dan kepribadian seseorang ternyata bisa dipengaruhi dan ditentukan oleh kata apa yang dominan dilabelkan kepadanya. Sebagai contoh, jika seseorang sering dipanggil “anak cantik” atau “si ganteng” atau "anak cerdas" pada akhirnya benar-benar akan menjadi seperti itu. Denikian halnya jika seseorang sering dilabeli hal-hal negatif, seperti "hai bodoh", "si bangai" atau yang senada, dan ternyata akan benar-benar memengaruhi dan menjadi kepribadiannya.
Kata- kata bisa membawa kita ke surga, tapi juga berpotensi membawa ke neraka. Semoga kita dianugrahi hati yang baik, sehingga tutur kata juga hanya yang baik-baik. Aamiin ya Mujib al-Sailin
Tags:
Muhasabah Harian