Energi Haji

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 16 Jumadil Akhir 1444

Energi Haji
Saudaraku, di antara arkan al-Islam sebagaimana telah diingatkan dalam muhasabah sepekan terakhir, maka ibadah haji merupakan puncak kesempurnaan keislaman formal seseorang. Bila arkan al-Islam lainnya energi begitu dahsyat, apalagi haji. Inilah mengapa muhasabah hari ini lontuan berusaha nengulangkaji tentang energi haji.

Meskipun sejatinya untuk penyempurnaan keislaman seseorang bersifat fardiyah (kewajiban individual), tetapi pelaksanaannya begitu kompleks melibatkan pemerintah atau swasta dengan mengaktifkan seluruh sektor kehidupan manusia, seperti kesehatan, kesejahteraan sosial ekonomi, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, keamanan dan kenyamanan hidup.

Hubungan negara setidaknya bilateral kedua negara antara negara calon jamaah haji - seperti Indonesia - dan pemerintah Arab Saudi sudah pasti harus terjalin baik. Para pihak, di antaranya penyelenggara, kementerian agama, kementerian luar negeri, kementerian keuangan, kedutaan kedua negara musti bersinergi melayani.

Bila dihayati kewajiban menunaikan haji, maka sejatinya Islam memotivasi bahkan menuntun agar kita umatnya tampil dalam kehidupan di dunia ini menjadi pribadi yang sehat, kuat, bugar, kaya hati kaya materi, berwawasan global, dan berakhlak mulia. Di samping itu srcara eksternal, Islam juga menghendaki terselenggaranya pemerintahan yang kondusif, aman, tentram, damai dan sejahtera sehingga mampu memvasilitasi ghirah dan gairah rakyatnya untuk menunaiman ibadah haji dengan baik.

Secara internal, setiap pribadi muslim musti memperhatikan aspek berikut. Pertama, aspek kesehatan dan kekuatan fisik. Bila seluruh pelaksanaan arkan al-Islam ataupun ibadah selainnya menghajatkan modal kesehatan yang prima,  apalagi ibadah haji. Mengapa? Ya, karena seluruh rangkaian pelaksanaan dan kaifiyat ibadah haji sejak dari mau berangkat ke tanah suci, di tanah suci sampai kembali ke tanah air lagi menghajatkan kesehatan yang prima. Bila kesehatan ini bermasalah bisa-bisa batal berangkat ke tanah suci. Oleh karenanya pihak penyelenggara seperti pemerintah termasuk sudah jauh-jauh hari melakukan apa saja untuk memastikan calon jamaah berangkat dalam kondisi sehat wal afiat.

Kedua, aspek kesejahteraan dan kekuatan perekonomian. Setiap calon jamaah haji musti memiliki kemampuan finansial untuk pembiayaan haji yang relatif tidak sedikit. Bahkan hal ini harus sudah disediakan sejak jauuh sebelumnya sampai pelaksanaan haji itu sendiri. Malah aspek ketersediaan aspek ekonomi ini bukan saja untuk calon jamaah haji saja, tetapi juga bagi keluarganya yang akan ditinggalkan sementara waktu. Artinya biaya hidup untuk keluarga yang di rumah musti tersedia setidaknya untuk sekitar 40 hari efektif.

Ketiga, aspek ilmu pengetahuan dan wawasan global. Setiap calon jamaah hati idealnya memiliki pengetahuan tentang ibadah haji, sehingga pelaksanaannya menjadi lebih efektif. Untuk ini pihak penyelenggara segaja memberikan penyuluhan, pembimbingan, manasik haji agar pada saatnya ibadah haji di tanah suci nantinya menjadi kebih khusyuk ditunaikan.

Keempat, aspek moralitas dan ketinggian akhlak. Di antaranya bersikap sabar. Ya sabar mengumpulkan bekal, sabar menanti waiting list yang semakin puanjang, dan sabar saat menunaikan haji. Tentu, hanya segelintir orang bernasib mujur, hari ini berniat haji bulan Dzulhijjah 1444 nanti langsung berangkat ke tanah suci. Bahkan mayoritas orang-orang yang mendaftar haji harus mengumpulkan bekal dan menabung sedikit demi sedikit, setahun dua tiga hingga bertahun-tahun baru bisa mendaftar haji dengan membayar nomor porsi kursi. Untuk ini diperlukan sikap disiplin, memiliki etos kerja, istiqamah dan sabar. 

Berikutnya setelah sabar mengumpulkan bekal dan mendaftarkan diri pada penyelenggara haji, calon jamaah juga musti sabar menanti waiting list yang di negeri ini relatif puanjang dan luama. Coba bayangkan saat mendaftar berusia 40 tahun, bila masa tunggunya 20 tahun, maka baru berangkat haji di saat berusia 60 tahun. Bukankah sangat riskan, apalagi bila ada pembatasan usia berhaji. Maka sebaiknya mendaftar sebelum berusia sebelum 40 tahun. Ya sekali lagi di sini diperlukan kesabaran

Setelah itu semua dilalui, sabar tetap masih harus terpatri di hati menyeruak pada pekerti, yakni saat pelaksanaan ibadah haji. Sekitar 40 hari dengan agenda ibadah yang padat tentu dihajatkan kekhusyukan, kedisiplinan dan kesabaran yang tinggi atasnya. Memperhatikan banyak hal, barangkali saja ini haji yang pertama sekaligus terakhir bagi masing-masing. Kesempatan sekali-kalinya musti dimanfaatkan sebaik mungkin 

Dan secara eksternal pelaksanaan ibadah haji musti berlangsung secara aman, nyaman, kondusif, stabil. Keamanan dan kenyamanan terutama di kedua negara, bahkan juga keamanan dan kenyamanan dunia secara keseluruhan menjadi prasyarat pelaksanaan ibadah haji dapat terselenggara dengan baik. Pengalaman covid 19 yang barusaja berlalu sudah menjadi pelajaran berharga bagi warga dunia. Ternyata sekitar tiga tahun (tiga kali penyelenggaraan haji) dan umrah terhenti.

Begitulah setidaknya energi haji memengaruhi, memotivasi dan memvasilitasi diri dan negeri untuk menyempurna melakukan pengabdian pada Ilahi. Semoga kita mampu merengkuh energi ini. Aamiin ya Mujib al-Sailin

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama