Muhasabah 3 Jumadil Akhir 1444
Energi Niat
Saudaraku, di samping iman, energi yang amat dahsyat memengaruhi aktivitas seseorang adalah niat. Niat itu mengakomodir hasrat kuat juga semacam krentek ati, keinginan atau kemauan atau perencanaan yang dengannya menghendaki pemenuhannya dengan ghirah dan gairah tertentu. Ya inilah energi niat, kekuatannya memang luar biasa.
Saking kuatnya energi niat, Nabi Muhammad saw menyatakan bahwa amal perbuatan itu bergantung pada niatnya. Untuk ini, bahkan terdapat riwayat yang amat populis, yakni dari Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai ke mana ia hijrah.” (HR. Bukhari, Muslim, dan empat imam Ahli Hadits)
Coba bayangkan bahwa seluruh amal, segala perbuatan dan aktivitas apapun yang dikerjakan oleh seseorang itu tergantung pada niatnya. Bila niatnya baik, berasal dari hati yang baik, maka perwujudannya tentu pada tutur kata dan pekerti yang baik pula. Bila niatnya ikhlas, timbul dari hati yang suci, maka akan menyembul pada perwujudannya juga merahmati meluberi seluruh makhluk di bumi.
Tetapi musti disadari bahwa niat itu merupakan amalan hati, makanya sangat privasi dan mempribadi, hanya diri sendiri dan Ilahi yang mengetahui. Niat baik dilandasi iman yang kukuh dan ilmu yang memadahi berpotensi melahirkan amal shalih sehingga kebaikannya dapat dinikmati oleh segenap makhluk di bumi. Di samping itu, niat baik juga berpotensi melahirkan mental dan kepribadian yang tangguh dengan siap dan sigap atas segala perubahan.
Sekedar ilustrasi betapa dahsyatnya niat dapat dicermati pada realitas di sekitar kita dan atau bahkan kita alami sendiri. Niat atau keinginan merengkuh Islam, misalnya; bagi banyak orang yang sebelumnya non muslim sungguh melahirkan ghirah dan gairah yang amat dahsyat, sejak mengenali Islam hingga benar-benar merengkuh hidayahNya. Pengalaman dan pengamalan banyak saudara baru kita ini (mualaf) sungguh mengagumkan, bahkan sering berfastabiqul khairat dengan muslim kebanyakan yang notabene karena garis keturunan atau warisan keluarga, bahkan mengatasinya. Betapa tidak, justru dengan hidayah dan keyakinan barunya mampu tampil menjadi "ulama", da'i dan da'iyah yang amat memukau.
Begitu juga niat bisa menegakkan shalat fardhu secara berjamaah telah memengaruhi seluruh agenda dan aktivitas harian seorang hamba yang kemudian disesuaikan atau menyesusikan dan mampu dikondisikan dengan jadwal shalat yang waktunya sudah ditentukan oleh Allah yang maha kuasa.
Dan realitas ketiga, misalnya kita berniat berpuasa baik yang sunat (senin kamis, ayyamul bidh, 6 syawal) maupun yang fardhu Ramadhan, maka dalam kesehariannya, fisik, akal dan pembawaan kita akan menyesuaikan atau dikondisikan oleh niat berpuasa sedari tadi malam. Oleh karenanya mengapa perut kita tidak minta sarapan di pagi hari atau makan siang, dan selera kita juga tidak minta ngopi apalagi ngrokok. Dan keadaan ini bisa dipertahankan hingga terbenamnya matahari. Begitu seterusnya, padahal makan dan minum itu sudah menjadi kebutuhan dan agendanyapun tetap. Bahkan sebagian kecil termasuk ngrokok. Tapi kok bisa dihentikan? Itulah energi niat.
Sekarang bandingkan dan rasakan sendiri saat tidak berpuasa seperti hari selasa sekarang ini! Pagi di rumah sudah sarapan, mengonsumsi makanan minuman yang disiapkan oleh keluarga. Ee sampai di tempat kerja, perut sudah minta kopi akhirnya ngopi bareng dengan kolega nyuri-nyuri waktu di sela-sela jam kerja. Apalagi saat siang menyapa, ketika adzan dhuhur berkumandang, usai dhuhur sudah bergegas pulang atau ke warung makan, karena perut sudah keroncongan pertanda minta makan. Dan tak terasa sebentar sudah sore kitapun ngopi ulang. Begitu seterusnya. Mengapa ini bisa terjadi? Ya itu tadi, karena tidak ada niat berpuasa.
Jadi energi niat itu luar biasa. Nah untuk melahirkannya, maka syaratnya hanya satu saja yakni memiliki hati (titik). Senoga kita dianugrahi hati, yang benar-benar hati. Aamiin ya Mujib al-Sailin
Tags:
Muhasabah Harian