Shalat itu Bukti Cinta

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah Harian Ke-3500
Sunah Ayyamul Bidh Ke-2 Selasa, 14 Rajab 1446

Shalat itu Bukti Cinta
Saudaraku, semoga kita masih ingat dengan ungkapan "witing trisno jalaran soko kulino" yang pernah disinggung dalam halaqah muhasabah beberapa waktu yang lalu. Ungkapan ini kira-kira dimaknai bahwa hadirnya rasa cinta lantaran biasa, Ya dalam konteks ini, karena shalat dikerjakan secara istikamah terus menerus pada waktu-waktu tertentu, maka  shalat itu sendiri akan memvasilitasi lahirnya cinta. Pertama, saya yakin banyak di antara kita yang sudah cinta shalat. Dan kedua, cinta shalat itu juga menjadi bukti cinta; ya cinta kepada Allah dan RasulNya, "cinta" terhadap diri sendiri, "cinta" terhadap anak cucu, "cinta" pada pasangan, "cinta" terhadap keluarga dan sesamanya. Bahkan juga "cinta" terhadap makhluk ciptaan Allah ta'ala. Ya cinta di sini merupakan ekspresi kasih nan sayang universal dan sarat makna sehingga meraih kelezatan yang tiada tara. 

Pertama, cinta kepada Allah dan RasulNya. Hal ini bisa dipahami bahwa shalat merupakan bukti cinta kepada Allah dan RasulNya yang kuat pada hamba-hambaNya yang terkasih. Betapa dalam shalat hati seorang hamba terpaut erat dan terpikat begitu kuat, sehingga asyik mansyuk larut dalam kerinduan yang mendalam kepada Allah Rabbuna. 

Betapa, dalam setiap gerakan, takbir, ruku', sujud, setiap bacaan yang dilafalkan, setiap penghayatan di hati, shalat mengajarkan bahwa seorang hamba begitu dekat dan begitu mesra dengan Allah Rabbuna. Denikian juga Allah dalam "menyambut dan menjamu" hamba-hambaNya. Kecintaan pada RasulNya, Nabi Muhammad saw tercermin dalam setiap sunah yang diikutinya dengan rasa takdhim, tanpa menambah-nambahinya.

Kedua, cinta kepada anak cucu, jodoh, keluarga dan sesamanya. Kecintaan ini tercermin pada kebersediaan mendidikkannya, sehingga shalat menjadi kurikulum abadi oleh antar generasi. Di samping itu, tuntutan bahwa shalat terutama yang fardhu dikerjakan secara berjamaah, juga memvaslitasi tumbunya saling kenal, saling sayang dan saling cinta. 

Lihatlah dalam praktiknya semua jamaah tidak ada beda antara yang kaya, yang miskin, yang muda, yang tua, atau berasal dari bangsa mana pun, warna kulit apapun. Semua berdiri sejajar di hadapan Allah. Ini mengajarkan cinta tanpa syarat terhadap sesama manusia, karena setiap individu memiliki martabat yang sama. Lalu lihatlah, gerakan begitu serempak dan memukau, menunjukkan pentingnya kebersamaan dan harmoni. Ini mendidik cinta dalam bentuk empati, kerja sama, dan penguatan persaudaraan.

Ketiga, cinta kepada diri sendiri. Kecintaan terhadap diri sendiri ini jelas terasa saat harus menjaga kesehatan lahiriyah, akliyah maupun bathiniyah sehingga titah shalat dapat ditunaikan secara istikamah. Semua ini bujankah merupakan bentuk cinta kepada diri sendiri, karena kebersihan, kejernihan berpikir dan kedamaian hati merupakan kebutuhan oaling penting untuk hidup bahagia. Di samping itu, dalam shalat, kita bisa melakukan muhasabah, merenungkan perbuatannya dan memohon ampunan pada Allah ta'ala. Hal ini sekaligus mengajarkan cinta kepada diri dengan cara menerima kelemahan dan memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas diri secara berkelanjutan.

Keenpat, cinta kepada kehidupan dan lingkungan. Bacaan yang dilafalkan, doa yang dibaca dan gerakan yang dilakukan, semuanya shalat mengingatkan pada kebesaran ciptaan Allah. Ini menumbuhkan rasa cinta dan syukur atas kehidupan dan lingkungan yang telah Allah sediakan. Apalagi, kesadaran terhadap waktu, shalat juga mengajarkan pentingnya waktu sebagai bagian dari hidup yang berharga. Penghargaan terhadap waktu adalah bentuk cinta kepada kehidupan itu sendiri.

Dengan demikian, shalat yang dilakukan dengan penuh kekhusyukan mampu menjadi sarana pendidikan cinta yang holistik. Ia mendidik manusia untuk mencintai Allah, RasulNya, diti sendriri, anak cucu, pasangan, keluarga, sesama, dan alam semesta dengan cara yang tulus, disiplin, dan penuh makna. Cinta yang dilahirkan dari shalat adalah cinta yang menyeluruh, menghidupkan, dan menuntun pada kehidupan yang harmonis. Aamiin ya Mujib al-Sailin

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama