Aktivasi Wara'


Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 23 Jumadil Awal 1444

Aktivasi Wara'
Saudaraku, ikhtiar hamba berikutnya yang juga dapat memvasilitasi menjemput rasa bahagia adalah wara'. Bagaimana logikanya, dengan wara' bisa merasa bahagia?

Pertama, bila wara' dimaksudkan sebagai ikhtiar kehati-hatian dengan menjauhkan diri dari maksiat dan dosa, maka hati akan terbebas dari beban yang memberatinya, sehingga bahagia karenanya. Hal ini disebabkan realitas bahwa maksiat dan dosa, hanya akan membebani hati, memberati diri, dan mempersulit hidup. Dengan terhindarnya diri dari maksiat dan dosa, maka akan merasakan bahagia di hati, ringan melangkahkah kaki, dan mudah sekaligus berkah dalam menjalani hidup ini.

Kedua, bila wara' dimaksudkan sebagai ikhtiar kehati-hatian dengan meninggalkan perkara yang mubah karena takut terjerembab pada perilaku berlebihan apalagi yang dilarang, maka dengannya akan mengkodisikan hati jauh dari was-was sehingga dengannya diliputi rasa bahagia.
 
Ketiga, bila wara dimaksudkan sebagai ikhtiar meninggalkan semua yang berpotensi merugikan untuk urusan dunianya apalagi bagi urusan ukhrawinya, maka hal ini akan membuat hati lega yang dengannya merasa bahagia.

Tentu, untuk mengukuhkan wara', setiap orang musti berikhtiar menjauhkan diri dari maksiat dan dosa. Pastikan tidak menyekutukan Allah, tidak mencuri, tidak korupsi, tidak mengonsumsi makanan haram, tidak meminum minuman yang memabukkan, tidak menggosumsi ganja atau zat adiktif lainnya, tidak berzina, tidak berjudi, tidak bertaruh, tidak sombong, tidak mencelakai firi dan sesamanya, tidak kikir, tidak suudhan, tidak nggibah, tidak menfitnah dan tidak memeluk akhlak buruk lainnya.

Dengan demikian inti wara' adalah menjauhkan diri dari segala yang tidak diridhai oleh Allah; menjauhkan diri dari yang haram, menjauhkan diri dari yang makruh; menjauhkan dari yang subhat. Apalagi dalam Islam, sudah sangat jelas antara yang halal dan yang haram.

Dari Abu ‘Abdillah Nu’man bin Basyir Radhiyallahu anhuma berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya yang halal itu telah jelas dan yang haram pun telah jelas pula. Sedangkan di antaranya ada perkara syubhat (samar-samar) yang kebanyakan manusia tidak mengetahui (hukum)-Nya. 

Barangsiapa yang menghindari perkara syubhat (samar-samar), maka ia telah membersihkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang jatuh ke dalam perkara yang samar-samar, maka ia telah jatuh ke dalam perkara yang haram. Seperti penggembala yang berada di dekat pagar larangan (milik orang) dan dikhawatirkan ia akan masuk ke dalamnya. 

Ketahuilah, bahwa setiap raja memiliki larangan (undang­-undang). Ingatlah bahwa larangan Allah adalah apa yang diharamkan-Nya. Ketahuilah, bahwa di dalam jasad manusia terdapat segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasadnya; dan jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasadnya. Ketahuilah, bahwa segumpal daging itu adalah hati. (Hr. al Bukhari dan Muslim)

Orang baik, hatinya baik. Hati yang baik, akhlaknya baik, jauh dari laku maksiat dan laku dosa. Akhlak yang baik itu bahagia membahagiakan. Aamiin ya mujib al-Sailin


 




Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama