Muhasabah 28 Jumadil Awal 1444
Aktivasi Ridha
Saudaraku, di samping taubat, wara', zuhud, faqir, sabar dan tawakal, ikhtiar hamba berikutnya yang juga dapat memvasilitasi diri dalam menjemput rasa bahagia adalah ridha.
Ya, ridha itu benar-benar rela atau rilo legowo terhadap segala ketentuan Allah. Bisa dianugrahi hal (kondisi psikologis) seperti ini, karena ridha itu sendiri pondasinya iman dan dengan iman berbuah mahabah, dan rasa cinta akan berbahagia bersamaNya dalam keadaan apapun jua.
Kita bisa membayangkan bagaimana iman, kepercayaan atau keyakinan dapat membangkitkan kekuatan, bahkan kekuatan yang amat dahsyat sekalipun. Karena mahabah atau rasa cinta tumbuh dari iman, maka mahabah akan lebih dahsyat lagi dalam membangkitkan kekuatan. Oleh karena itu kekuatan cinta itu luar biasa. Ya kekuatan untuk senantiasa bersama, kekuatan untuk senantiasa ridha atau rilo legowo atas apapun yang berlaku atasnya. Oleh karenanya kita sering mendengar, kalau sudah cinta, apapun ridha, rela, dan direlakan. Kalau sudah cinta maka pasti bahagia, dan tak ada pilihan selainnya. Bahagia itu ridha, rilo legowo atas yang dicintainya.
Bila seseorang sedang mabuk asmara, dipastikan kesadarannya, bahkan keberadaan dirinya hanya untuk si dia yang dicintainya; gemar memanggil-manggil namanya, suka saat mendengar apapun tentangnya, ingin terus bersamanya, memenuhi apapun permintaannya, dan ridha atas apapun keadaannya.
Begitulah ilustrasi antara iman, mahabah dan ridha. Demikian juga iman seseorang kepada Allah, yang dengannya tumbuh rasa mencitaiNya dan dengan cintanya sehingga asyik mansyuk bersamaNya dan ridha atas apapun yang ditetapkanNya sehingga hati senantiasa bahagia karenaNya.
Ketentuan, garisan tangan, dan takdir apapun yang ditetapkan Allah atas masing-masing diri kita adalah qadha qadar yang musti diyakini dan disyukuri sepenuh hati.
Karena faktor ekonomi keluarga, setamat sekolah menengah, ada banyak anak-anak yang hampir tak bisa sekolah lagi. Tetapi, qadarullah, tetap saja ada jalan. Termasuk lontuan, maka agar tidak memberatkan beban keluarga, memilih sekolah kejuruan, PGA sehingga segera menjagi guru agama di sekolah dasar. Jadi kira-kira keinginan harus disesuaikan dengan keadaan.
Setelah tamat, cita-tak tak mudah didapat, formasi guru agama tidak ada, dan lowongan kerja tak dibuka. Seandainya hati gundah dan lati berkeluh kesah tokh tidak menyelesaikan masalah, maka dinikmati saja "kebelum beruntungan" dengan lapang dada, karena kita seringkali tidak mengetahui rencana Allah atas kita.
Meski harus dengan perjuangan yang sungguh-sungguh (jihad, ijtihad dan mujahadah), akhirnya bisa melanjutkan kuliah. Dan ternyata kemudian, Allah menganugrahi lebih dari yang dicita-cita sebelumnya.
Semoga Allah meridhai kita dan kitapun ridha atas ketentuanNya. Aamiin ya Mujib al-Sailin
Tags:
Muhasabah Harian