Muhasabah 30 Jumadil Awal 1444
Aktivasi Ittihad
Saudaraku, di samping taubat, wara', zuhud, faqir, sabar, tawakal, ridha, fana dan baqa, ikhtiar hamba berikutnya yang juga dapat memvasilitasi diri dalam menjemput rasa bahagia adalah ittihad. Inilah puncak pendakian spiritual panjang seorang hamba. Ya ittihad yakni kebersatuan diri dengan - ridha - Ilahi. Selain ittihad, dalam term sufistik ini dikenal dengan beragam sebutan pengalaman spiritual hamba seperti wahdatul wujud, atau manunggaling kawulo lan Gusti, wahdatul syuhud, makrifah.
Tentu, tidak mudah jalan menuju ke sana. Tetapi dengan kesungguhan, jihad, ijtihad dan mujahadah, segalanya menjadi mungkin. Dan ternyata sudah banyak yang telah mendaki dan merasakan kebahagiaannya. Oleh karenanya di awal bulan ini kita telah diingatkan dengan bagaimana memulai melakukan aktivasi kekuatan internal diri kita.
Awal dari segalanya dalam menjemput karunia yang disediakan oleh Allah, kita berikhtiar melakukan aktivasi rasa cinta (muhasabah ke-1), lalu aktivasi kasih sayang (muhasabah ke-2), meluber ke ranah sosial (muhasabah ke-3), dan keadilan (muhasabah ke-4). Di samping itu juga mengaktivasi potensi kecerdasan diri (muhasabah ke-5), termasuk kecerdasan emosional (muhasabah ke-6), kepedulian (muhasabah ke-7), kebaikan (muhasabah) ke-8).
Begitulah ajaran Islam yang musti dikukuhkan dalam kehidupan sehari-hari (muhasabah ke-9). Dan tentu, musti didasari dengan aktivasi iman (muhasabah ke-10) agar kuat dan kukuh, sehingga dengannya bisa merefleksi pada ihsan, laku lahir, laku pikirdan laku batin yang baik (muhasabah ke-11). Ketika melakukan kebaikan, maka aktivasi ikhlas (muhasabah ke-12) menjadi tuntutan kemuliaan. Semua ini karena merupakan tuntutan kemuliaan, maka diperlukan kesadaran dan keinsafan masing-masing diri (muhasabah ke-13) dan sikap istikamah dalam ketaatan (muhasabah ke-14).
Untuk mendukung semua itu, tentu juga penting melakukan aktivasi keseimbangan dalam menjalani hidup (muhasabah ke-15), menghiasinya dengan keindahan akhlak (muhasabah ke-16), seperti kesederhanaan (muhasabah ke-27), kearifan (muhasabah ke-18), sifat keqanaahan (muhasabah ke-19) sehingga meraih kebahagian (muhasabah ke-20). Dan dalam prosesnya kesungguhan jihad, ijtihad dan mujahadah menjadi kunci (muhasabah ke-21).
Dan secara sufistik, untuk menjemput rasa bahagia disistematisasi dalam maqamat atau tingkatan yang lazim. Ajaran ini menghajatkan bagi masing-masing diri untuk melakukan aktivasi maqam demi maqam (maqamat) yang tersedia. Diawali dengan aktivasi taubat, (muhasabah ke-22), lalu wara' (muhasabah ke-23), zuhud (muhasabah ke-24), faqr, (muhasabah ke-25), sabar (muhasabah ke-26), tawakkal (muhasabah ke-27), ridha (muhasabah ke-28), fana dan baqa (muhasabah ke-29) dan terminal puncaknya hari ini, yakni ittihad (muhasabah ke-30).
Pengamalan dan pengalaman ittihad secara spesial bisa diikuti pada perjalanan spiritual banyak ulama dengan kekhasannya masing-masing. Untuk menyebut beberapa di antaranya yang sudah amat populis adalah Al-Halaj, Ibnu Araby , Hamzah al-Fansury, dan Syeh Siti Jenar.
Secara teoretik, relatif sama, yakni keyakinan bahwa dalam diri setiap orang itu terdapat unsur nasut seperti sifat-sifat kemanusiaan dan unsur lahut seperti sifat-sifat - kemuliaan - Tuhan. Dan Allah, di samping memiliki sifat lahut, juga memiliki sifat lahut (seperti pengasih, penyayang, pelindung, pemaaf ...)., maka ketika kesadaran seorang hamba terhadap unsur nasut nya sudah tidak ada lagi atau sudah fana, maka yang tetap atau yang ada hanya kesadaran terhadap unsur lahut nya. Saat inilah sifat nasut Nya Allah menyongsong bersatu dengan lahut nya hamba. Bila mana terjadi, maka sebenarnya yang ada hanyalah Allah, dan ketika berbicara (yang dikenal dengan syatahat) misalnya Ana al-Haq sejatinya ini ucapan Tuhan. Allahu a'lam. Semoga kita dianugrahi kemampuan merasakannya, setidaknya kebersatuan dengan keridhaanNya. Aamiin ya Mujib al-Sailin
Tags:
Muhasabah Harian