Muhasabah 22 Dzulhijah 1443
Berbagi Salam
Saudaraku, indahnya berislam itu begitu terasa saat kita menyadari bahwa dalam menjalani hidup ini kita musti berbagi. Di samping wajah ceria dengan senyuman, akhlak saat bersua dengan sesama, kita juga dituntun berbagi salam.
Meski dianjurkan orang yang muda terlebih dulu memberi salam kepada yang lebih tua, yang berkendara mobil kepada yang besepeda motor, yang berkendara sepeda motor kepada pejalan kaki, yang pejalan kaki kepada yang duduk, yang sedikit kepada yang ramai, akan tetapi tetap saja tuntunan berfastabiqul khairat dalam memberi salam duluan harus dilakukan. Mengapa? Ya karena keberkahan yang pertama berbagi salam dengan yang kudian tentu berbeda adanya. Karena inilah juga para sahabat Nabi bila berpapasan dengan sesama sahabatnya, maka mereka "berebut memberi salam duluan" siapapun dan dengan siapapun saat bersua tanpa melihat usianya, apalagi status sosialnya.
Mengapa berbagi salam itu penting? Ya, bahkan sangat penting. Saking pentingnya, bahkan di antara asmaul husnaNya Allah adalah al-Salam. Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja yang Menguasai, Yang Maha Suci, Yang Maha Damai Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan (Qs. Al-Hasyr 23)
Allah telah mensejahterakan, menyelamatkan, menganugrahi kedamaian hidup kepada kita, dan Allah adalah Zat Yang Maha Damai Mendamaikan, maka kita sebagai orang beriman harus hidup dengan berusaha memperoleh kedamaian dan menebarkan kedamaian kepada sebanyak-banyak pihak dalam kehidupan ini.
Bila Allah adalah Zat Yang Maha Sejahtera Mensejahterakan, maka sebagai orang Islam sesuai dengan makna agama yang dianutnya harus dapat meraih hidup sejahtera dan berusaha mensejahterakan diri, keluarga dan sesamanya. Bila Allah adalah Zat Yang Maha
Selamat menyelamatkan, maka sebagai orang beriman, kita harus berusaha meraih dan merasakan keselamatan baik di dunia maupun di akhirat. Di samping itu juga harus terus menerus berusaha menyelamatkan diri, keluarga dan sesamanya dari ragam mara bahaya baik di dunia maupun untuk kepentingan di akhirat kelak.
Dan Nabi Muhammad saw juga mewanti-wanti kita:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلاَمَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وَصِلُوا اْلأَرْحَـامَ، وَصَلُّوْا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ، تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلاَمٍ.
Wahai manusia tebarkan salam, berilah makan, sambunglah tali silaturahmi dan shalatlah di malam hari saat manusia tertidur, niscaya kalian akan masuk ke dalam Surga dengan selamat.(HR. At-Tirmidzi).
Berdasarkan normativitas di atas dapat dipahami bahwa berbagi salam itu menjadi di antara tiket masuk surga (baca hidup terasa bahagia). Dan dari pemaknaan biasa saja kita sudah menjadi mengerti. Kata salam berasal dari asal kata salama gabungan huruf sin lam mim yang sama dengan Islam sebagai agama yang memiliki karakteristik damai mendamaikan, sejahtera mensejahterakan, dan selamat menyelamatkan. Jadi berbagi salam bermakna berbagi atau saling menjaga keselamatan, berbagi atau saling menjamin kesejahteraan, berbagi atau saling menjaga kedamaian. Bukankah ini menjadi di antara karakteristik kehidupan surgawi. Oleh katenanya kita sebagai umat Islam dituntun saling salam; berbagi kedamaian, kesejahteraan, keselamatan.
Itulah mengapa secara praktis, kita selalu diingatkan akhlaq al-karimah saat bertemu dengan sesama saudara, agar kita saling berbagi senyum dan salam seraya mengucapkan "Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu". Semoga keselamatan kedamaian dan kesejahteraan melingkupi atas anda semua dan rahmat Allah, serta keberkahanNya terlimpah kepada anda semua. Pihak yang mendengar atau seudara lainnya menjawab salam dengan mengucapkan wa'alakum salam warrahmatullahi wabarakutuhu.
Nah, indah bukan! Kita saling memberi keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan satu sama lainnya. Bukan saja memberi keselamatan, kita juga dituntun saling menjamin keselamatan, menjamin kedamaian dan menjamin kesejahtaraan sesamanya.
Bila kita renungkan, maka berbagi salam itu implikasi kebaikannya menjadi amat luar biasa. Bagaimana tidak, coba! Seandainya salam itu kita maknai kesejahteraan, maka di dunia ini kita sendiri memohon dan berusaha untuk dikaruniai sehat wal afiat, keluarga sakinah mawaddah wa rahmah, rezeki yang melimpah sekaligus berkah, anak cucu yang shalih dan shalihah, serta di akhir hayatnya mampu melafalkan kalimat thayibah, laailaha illallah. Karena di dunia sejahtera, maka tentu di akhirat jua.
Kesejahteraan dan keselamatan di akhirat kelak adalah dianugrahiNya karunia berupa kefasihan menjawab pertanyaan Malaikat Munkar Nakir di alam barzah, beratnya timbangan kebaikan saat di mizan, kelancaran melintasi jembatan sirathal mustaqim, dibukanya pintu surga, dan dianugrahi dapat bersua apalagi dapat melihat Allah swt.
Kesejahteraan, keselamatan dan kebahagiaan diri ini kemudian bagaimana juga bisa terjadi dan dialami oleh keluarga dan orang-orang yang ada di sekitar kita. Nah, maknanya tinggal bagaimana kita secara bersama-sama berbagi ini semua; berbagi salam; berbagi kesejahteraan, keselamatan dan kedamaian antar sesama.
Aamiin ya Mujib al-Sailin
Tags:
Muhasabah Harian