Berbagi Kabar

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 23 Dzulhijah 1443

Berbagi Kabar
Saudaraku, setelah saling berbagi salam sembari tersenyum, saat bertemu dengan sesama saudara lazimnya kemudian saling sapa lalu berbagi kabar berita. Apalagi pertemuan dari dua saudara yang relatif lama terpencar lantaran menjalani amanah kehidupan yang berbeda-beda. Sembari melepaskan kerinduan, masing-masing bisa rileks, bercanda seperlunya dan berbagi cerita, berbagi kabar dan berita.

Memang, dengan perkembangan teknologi informasi, sejatinya berbagi kabar dan berita dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja selagi terjadi, bahkan bisa online, tetapi tentu lebih leluasa dan puas saat bisa bersua atau offline. Terdapat banyak hal terutama bahasa tubuh yang tak memadahi tersampaikan antar saudara bila tidak bersua. Saya pikir hal ini juga dirasakan di dunia pendidikan saat proses belajar mengajar. Bila luring, tanpa sepatah katapun kita sudah bisa saling berbagi.

Nah, kira-kira kabar apa yang dominan menjadi pembicaraan saat bersua? tentu sangat varian dan relatif bergantung pada masing-masing orang. Tetapi, kecenderungan umumnya ya berkisar pada kabar tentang diri dan keluarga masing-masing perihal kesehatan, kabar pendidikan, dan kabar tentang pekerjaan serta kemungkinan bisa saling bekerjasama yang saling menguntungkan. 

Meski sering luput dari perhatian, sejatinya masih terdapat kabar penting lain lagi yang mustinya bisa saling berbagi, yakni terkait ranah religiusitas yang justru dominan memengaruhi tingkat kebahagiaan hidup orang beriman. Di sini termasuk berbagi tentang strategi peningkatan ketakwaan, peningkatan akhlaq al-karimah, peningkatan ilmu, perkembangan dakwah, terutama dakwah internal  keluarga masing-masing. 

Alangkah indahnya bila bisa berbagi kabar tentang upaya yang dilakukan oleh masing-masing dalam mewujudkan keluarga yang sakinah mawaddah warrahmah. Meskipun secara teoretik tentang ini dapat dibaca di buku-buku atau berbagai literatur, tapi contoh konkret atau praktik baik yang ada dan dialami tetap lebih mengena sasaran. Misalnya konsep mawaddah wa rahmah itu bagaimana dipraktikkan dalam keseharian anggota keluarga. Teori saling asih, asah dan asuh antara suami dan istri itu bagaimana dikonkritkan secara nyata. Dan seterusnya

Juga kabar tentang ikhtiar mendidik anak-anak sehingga menjadi shalih shalihat. Memang kita bisa membaca buku-buku tentang parenting dalam Islam, atau parenting Nabi, tetapi bagaimana mempraktikkannya menjadi amat penting.

Indahnya bila seorang saudara berbagi kabar tentang pendidikan anak yang berhasil, sukses, shslih shalihat. Ternyata, seorang anak harus dididik dengan sepenuh hati, sepenuh waktu yang tersedia. Orangtua musti memberikan keteladanan dalam segala hal tetutana kedisiplinan mengamalkan ibadah mahdhah; ya shalat, puasa (termasuk yang sunat), membayar zakat, berhaji, tilawah Qur'an, berdzikir dan berqurban atau peribadatan secara umum. 

Ranah akhaq al-karimahnya juga musti mewujud dalam kehidupan sehari-hari. Ya sikap sabar atau disiplin, istikamah, qanaah, wara dan 'iffah. Meski secara penuh waktu harus mendidik anak, namun dalam momen-momen yang istikamah seperti antara shalat Maghrib dan Isya  dalam setiap harinya musti meluangkan waktu untuk mendidiknya secara langsung lewat diskusi, tanya jawab usai tilawah Al-Qur'an.

Bagi para aktivis dakwah, tentu juga berbagi kabar dan pengalaman dakwah yang dilakukannya dalam keluarga, masyarakat dan lembaga mebjadi niscaya.

Pengetahuan dan kesepahaman kabar antar saudara menjadikan ikatan silaturahim antar kedua belah pihak semakin erst dan kuat. Masing-masing bisa berbagi cetita juga berita, apalagi kabar gembira. Hal ini amat penting, tidak hanya membuat suasana persaudaraan atau pertemanan menjadi cair dan akrab, melapangkan dada dan membahagiakan hati masing-masing, tetapi juga membuktikan karakter keberislaman dan keimanannya. Semoga. Aamiin ya Mujib al-Sailin.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama