Berbagi itu Seimbang

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 15 Dzulhijah 1443

Berbagi itu Seimbang
Saudaraku, bertepatan dengan puncak purnama 15 Dzulhijah ini tema muhasabah berusaha menyesuaikan pada ibrah kesempurnaan rembulannya. Di antaranya tampak bundaran yang amat serasi seimbang antar sisi sehingga keseimbangan kosmik yang diajarkannya menjadi jamak adanya. 

Dalam konteks ini, tema berbagi itu seimbang setidaknya dapat dilihat dari dua perspektif, yakni dari makna leksikal bahasa dan makna substansi relasinya manusia.

Pertama, secara makna bahasa bukankah manusia itu lazimnya berbagi, di samping menerima.  Keseimbangan antara berbagi dan menerima atau menerima dan memberi menjadi menjadi prinsip yang meniscaya. Mengapa?  karena sebagai manusia yang berkeadaban dan berkemajuan tidak mungkin rasanya dalam hidup ini hanya menerima saja tanpa pernah memberi; atau sebaliknya memberi saja tapi tak pernah menerima.

Realitasnya, sebagai makhluk beragama bukankah kita senantiasa menerima karunia Allah ta'ala?  Ya karunia iman, Islam, sehat wal afiat, ilmu dan hikmah, rezeki, harta, tahta, keluarga dan nikmat hidup selainnya. Sebagai makhluk sosial, bukankah kita senantiasa menerima bantuan dari sesama? Ya pengasuhan, pengajaran, pendidikan, contoh suri teladan, bantuan materi dan bantuan lainnya selalu kita nikmati dan rasakan.

Di samping itu kita juga dituntun oleh Islam untuk saling memberi kemanfaatan dan saling berbagi kemaslahatan pada sesama. Sehingga dengan ajaran menerima dan berbagi mumungkinkan kita ringan dan berkah menjalani hidup dan kehidupan di dunia ini.

Kedua, berbagi itu seimbang juga menyeimbangkan relasi vertikal dan horisontal. Hal ini dikarenakan, ajaran Islam sangat mementingkan hablum minallah secara vertikal tetapi juga hablumminannas secara horisontal; antara mencintai Allah dan menyayangi sesamanya. Maka ajaran berbagi kepada sesama itu menjadi di antara asbab mendekatkan diri pada Allah ta'ala (taqurrub ilallah). 

Inilah mengapa kedekatan dengan sesama mengantarkan dirinya pada kedekatan dengan Rabbnya, atau sebaliknya kedekatan dengan Rabbnya mengantarkan kedekatannya pada sesamanya. Dan inilah sebenarnya makna berbagi, dalam hal ini berqurban; mendekati Allah dengan mendekati sesama; mendekati sesama agar menjadi lebih dekat pada Allah Rabbuna.

Dengan demikian kita menjadi lebih mengerti bahwa upaya mendekatkan diri pada Allah, taqarrub ilallah di samping dapat dilakukan dengan shalat, berdzikir, berpuasa, dan berhaji, tetapi juga bisa dengan berbagi seperti mengeluarkan zakat, bersedekah, berinfak, berwakaf, menyantuni fakir miskin, dan berqurban. 

Keseimbangan antara dimensi vertikal dan horisontal juga dapat dipahami dari banyaknya tuntunan dalam al-Qur'an untuk beriman dan beramal shalih. Bila beriman itu muaranya pada Allah ta'ala, maka beramal shalih pada sesama manusia.

Oleh karena itu, dengan ajaran berbagi kita akan meneguhkan keseimbangan antara hablum minallah dimensi vertikal dan hablum minannas sebagai dimensi sosial horisontal. Dengan menjaga kedimbangan antara hablum minallah dan hablum minannas maka kita meraih kebahagiaan dan terhindar dari kehinaan.

Allah berfirman yang artinya Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka (berpegang) pada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia...(Qs. Ali Imran 112)

Maha benar Allah dengan firmanNya.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama