Berbagi itu Menghilangkan Kefakiran

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah Hari Tasyrik, Hari Jemur Daging, Hari Makan Minum Sedunia
12 Dzulhijah 1443

Berbagi itu Menghilangkan Kefakiran
Saudaraku, tema "berbagi itu bisa menghilangkan kefakirmiskinan" relatif susah dipahami. Sama halnya memahami ajaran "berbagi menjadi di antara asbab kaya". Padahal nyata. Kita memberikan sesuatu (harta, dana, makanan minunan dll) kepada sesama, maka lazimnya bukankah akan berkurang, atau bahkan habis? Bagaimana tidak fakir? Bagaimana bisa kaya? Bagaimana logikanya?

Ya ya, begitulah hitung-hitungan dan matematikanya manusia, yang seringkali tidak memadahi lagi, terutama pada hal-hal yang adi kodrati, seperti yang terjadi keberkahan berbagi. Padahal ini fakta, karena normativitas Islam menyatakan seperti itu. Karena dalam Islam, selain berfikir menggunakan akal budi juga musti mengimani dengan hati.

Nabi saw bersabda “Sesungguhnya sedekahnya orang muslim itu dapat menambah umurnya, dapat mencegah kematian yang buruk (su’ul khatimah), Allah akan menghilangkan darinya sifat sombong, kefakiran dan sifat bangga pada diri sendiri.” (HR. Thabrani).

Bagaimana kita memahami bahwa berbagi justru bisa mencegah dari kefakiran? Nah, hal pertama yang bisa dikatakan bahwa kita sedang berniaga dengan Allah ta'ala. Oleh karenanya di dunia ini tidak ada orang yang jatuh miskin lantaran suka berbagi. Dan tidak ada orang bangkrut gara-gara kedermawanannya. Mengapa? Ya, karena normativitas sudah menyatakan seperti itu. Tinggal kita yakin atau tidak. Tetapi iman idealnya musti mengatasi logika.

Saat kita memberi atau berbagi itu berarti kita sudah mendistribusikan karunia Allah ta'ala berupa sesuatu kepada sesama sesuai peruntukannya. Nah inilah mengapa dalam iman Islam, bahkan  memberi atau berbagi harta justru dapat mengembangkannya. Allah berfirman yang artinya "Perumpamaan nafkah yang dikeluarkan oleh orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tuju bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah maha luas karunia-Nya lagi maha mengetahui. (Qs. Al-Baqarah 261)

Sudah banyak praktik dan pengalaman orang berbagi yang kemudian dibalas tunai oleh Allah dan berlipat ganda bahkan dalam sesaat setelahnya. Mengapa? Ya, karena kita bertransaksi pada Ilahi Rabby; kita berniaga dengan Allah ta'ala. Tentu, kita mempercayai bahwa Allah maha kaya dan maha mengayakan hamba-hambaNya. Allah di samping al-Ghaniy, maha kaya tetapi juga al-Mughny, maha mengayakan hamba-hambaNya.

Dalam praktik berniaga, ketika semakin banyak komoditi yang bisa kita distribusikan di altar muamalah kehidupan, maka kita akan memperoleh kepercayaan dari "sang pemegang modal" sehingga kian hari komoditi ditambah sehingga putaran dan omzetnya semakin bertambah dan bertambah. 

Sebaliknya, bila distribusi dan putarannya kecil, atau bahkan tidak ada sama sekali, maka "sang pemilik modal" segera tahu sehingga tidak mungkin akan memberi modal tambahan. Mengapa? Ya itu tadi. Yang ada saja tidak bisa didistribusikan sesuai peruntukannya, bagaimana bisa ditambah yang selainnya? Ya, bukan? 

Tetapi terlepas dari itu semua, Allah lah yang berkuasa membolak balikkan hati manusia. Allah lah zat yang maha kaya dan menganugrahkan kekayaan pada hamba-hambaNya sesuai sunatullahNya. Apalagi ketika menganugrahi kaya hati, sehingga materi sudah tidak dirisaukan lagi, karena sudah dalam jangkauannya selama ini. 

Nah hidup di dunia ini, kita tengah berniaga dan bertransaksi dengan Allah. Dengan berbagi, kita dipercaya telah mampu mendistribusikan karuniaNya yang dititip kepada kita agar kemaslahatannya dapat dinikmati oleh seluas-luasnya kehidupan secara nyata. Semoga bisa istikamah taatnya.  Aamiin ya Mujib al-Sailin

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama