Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 6 Dzulhijah 1443
Berbagi itu Bahagia
Saudaraku, terdapat hikmah yang senantiasa mensejarah bahwa bahagia itu bukan terletak pada seberapa harta yang kita miliki, tetapi pada seberapa yang kita berbagi. Oleh karena antara berbagi dan rasa bahagia merupakan siklus terus menerus yang berjalin berkelindan satu dengan lainnya.
Ketika memberi kebermanfaatan atau berbagi kemaslahatan kepada sesama hatta pada makhluk ciptaan Allah lainnya, maka akan merasa bahagia. Dalam penelitian ilmiah ditemukan bukti bahwa aktivitas berbagi akan mengaktifkan daerah otak yang berhubungan dengan kesenangan sehingga mampu menciptakan perasaan yang lebih positif.
Dalam disiplin tasawuf, saat seorang hamba melakukan pendakian atau tharaqy melalui maqam akhlaqal-karimah seperti membumikan sikap pemurah, ikhlas dan istikamah, maka Allah secara bersamaan juga akan menurunkan hal (jamaknya ahwal) atau kondisi psikologis berupa ridha, puas, dan rasa bahagia. Karena merasa puas dan bahagia, maka ia menjadi energi positif yang memengaruhi untuk memberi lagi atau berbagi lebih banyak lagi agar menjadi lebih bahagia. Begitu seterusnya, sunatullahNya atau hukum kausalitas dan keberkahan berjalan; berbagi itu bahagia.
Dengan demikian dapat dimengerti bahwa psikologi berbagi itu rasa bahagia demi rasa bahagia berikutnya, sampai benar-benar rasa bahagia itu disempurnakan di surgaNya. Allah berfirman yang artinya Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (Qs. Ali Imran 133-134)
Betapa rasa bahagia tak bisa disembunyikan tatkala menyaksikan tukang becak miskin yang dengan keikhlasannya berbagi bisa menunaikan ibadah haji bersama istrinya, atas kebaikan dari salah seorang pelanggan becaknya.
Meski hidupnya biasa-biasa saja, bahkan terkesan pas-pasan atau bahkan miskin, seorang buruh pengayuh becak di suatu kota, tetap berusaha berbagi pada sesama. Ya, tentu dengan caranya, yakni dengan menggratiskan setiap pelanggan becaknya pada setiap hari jumat. Hari selainnya dengan tarif yang lazim.
Hari jumat itu, ada pelanggan yang minta di antar ke suatu tujuan untuk suatu urusan. Setelah sampai tujuan, pelanggan itu menyodorkan selembar uang merah. Seketika itu tukang becak menjawab "tidak usah Pak, karena hari ini jumat, saya berniat sedekah dengan menggratiskan pelanggan yang naik becak saya". Meski bapak pelanggan tadi menyodorkan berkali kali, tetap ditolaknya juga dengan sopan.
Pada jumat berikutnya, takdir juga berulang. Bapak yang jumat lalu itu juga menjadi salah satu pelanggan becak yang minta diantarkan, juga mibta diantarkan pada suatu tujuan. Ceritanya juga sama seperti jumat lalu, si tukang becak tidak mau menerima bayaran atas jerih payahnya. Lalu di pelanggan memberanikan bertanya "bagaimana istri dan anak-anak bapak di rumah, kalau bapak menggratiskan pelanggan? Tukang becak itu menjawab; "alhamdulillah, rezeki ada saja, mereka juga ridha saya melakukan ini. Ya itulah Pak, kami tidak bisa berbagi kecuali dengan cara ini. Orang lain bisa berbagi dengan uang, harta atau ilmunya, maka kami berbagi dengan begini, tuturnya. Atas keikhlasan dan kedermawanan tukang becak ini, maka ia bersama istrinya diberi hadiah dari sang pelanggan yang baik hati untuk berhaji ke tanah suci. Inilah di antara rasa bahagia itu. Bila kita membaca saja terbawa pada rasa puas membahagia, apatah lagi si tukang becak yang dermawan tadi. Apatah lagi bapak pelanggan yang baik budi tadi.
Oleh karenanya ajaran berbagi, yang sejatinya sudah terpatri di hati, mustinya senantiasa membumi, karena melegakan dan menentramkan kalbu insani. Kini bisa dicoba dipraktikkan dan dirasakan. Saat hati sedih atau gelisah, cobalah bersedekah atau berbagi semampunya! Pastilah (ridha) Allah akan turun membersamainya sehingga melapangkan yang tadinya sempit, memudahkan apapun yang tadinya sulit. Inilah rasa bahagia yang bisa nyata dirasa.
Saat pikiran ruwet atau mampet, cobalah bersedekah atau berbagi semampunya! Pastilah (karunia) Allah akan turun menyertai langkah hidup kita sehingga mudah dan terbuka jalannya Inilah rasa bahagia yang tiada tara.
Saat badan sakit atau mengidap suatu penyakit, cobalah bersedekah atau berbagi semampunya! Pastilah (penawar dari) Allah akan turun atau diturunkan sehingga dapat melepaskan beban hamba-hambaNya. Inilah di antara rasa bahagia yang bisa kita rasa. Begitu seterusnya, semoga kita bisa. Aamiin ya Mujib al-Sailin
Tags:
Muhasabah Harian