Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 8 Dzulhijah 1443
Berbagi itu Asbab Husnul Khatimah
Sadaraku, di samping umur panjang dan berkah, berbagi itu juga menjadi wasilah bila suatu saat kelak janji ajalnya sudah sampai, maka akan wafat secara husnul khatimah, terhindar dari su'ul khatimah, terbebas dari akhir yang mengenaskan.
Ya, sepanjang apapun umur kita dan keleluasaan apapun saat menikmati hidup di dunia, tokh tetap saja ada ujungnya, baik cepat atau lambat tetap ada saat untuk berangkat. Apalagi bila kita menyadari bahwa hidup di dunia ini ibarat merantau saja, dan akhiratlah kampung halaman manusia sedia kala. Makanya ketika kita wafat atau meninggalkan dunia ini, justru disebut kembali. Ya kembali ke Ilahi, kembali ke kampung halaman sejati, di surgaNya yang kekal abadi. Inilah hari kematian itu yang justru sebagai awal kehidupan di alam berikutnya.
Lagian dalam lafald inna lillahi wa inna ilaihi rajiun, ajaran sangkan paraning dumadi, sesungguhnya kita dan semua yang ada ini berasal dari Allah dan kan kembali kepadaNya jua. Maka saat wafat, itu ya pulang ke akhirat, menemui Allah zat maha berkudrat. Karena dinamakan pulang, mustinya juga senang apalagi yang rindu rumah, rindu pada kampung halaman. Ya kematian itu jalan pulang, tentu kini harus berbekal dan menyiapkan obor penerang, agar sampai di tujuan sehingga tak terhalang. Bertemu, melihat dan menyatu pada (ridha) Allah zat yang maha penyayang.
Meski merasa kehilangan dan sedih, tetapi sungguh leganya hati anggota keluarga kita, apalagi kita sendiri yang menjalani, bila saat meninggal dunia suatu saat kelak wafat dalam keadaan husnul khatimah terhindar dari su'ul khatimah. Coba kita renungi kembali landasan teologis normatif yang menyatakan bahwa berbagi menjadi di antara asbab meninggal dunia dalam keadaan husnul khatimah, dijauhkan dari su'ul khatimah.
Nabi bersabda “Sesungguhnya sedekahnya orang muslim itu dapat menambah umurnya, dapat mencegah kematian yang buruk (su’ul khatimah), Allah akan menghilangkan darinya sifat sombong, kefakiran dan sifat bangga pada diri sendiri.” (HR. Thabrani).
Bila tentang ajal kematian masing-masing diri itu misteri, hanya Allah yang maha mengetahui, baik kapan saatnya, di mana tempatnya maupun bagaimana proses kejadiannya, maka kesiapan diri menyongsong masa depan setelah tidak hidup di dunia yang fana itu menjadi ranahnya hamba, sehingga harus nyata ikhtiarnya sejak sekarang jua. Ya, tentu harus hidup mentaati titahNya. Dalam konteks ini di antaranya dengan mengukuhkan ajaran berbagi.
Sekali lagi perihal ajal benar-benar hak prerogatif Allah ta'ala, kita hamba-hambaNya bersifat sangat-sangat majbur, pasrah sepenuhnya pada ketetapanNya yang maha bijak. Benar memang, selagi hidup dan dalam keadaan sehat wal afiat, kita mampu berikhtiar apa saja dan berdoa siang malam, semoga nantinya bisa husnul khatimah. Dengan berikhtiar maksimal, beribadah dan berharap sangat pada Allah dalam berbagai kesempatan sepanjang hidup serta mengukuhkan ajaran berbagi diharapkan menjadi di antara wasilah yang dapat menjemput karunia Allah hatta di ujung kehidupannya, yakni husnul khatimah. Aamiin ya Mujib al-Sailin
Tags:
Muhasabah Harian