Fitrah Sosial


Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 21 Zulkaidah 1443

Fitrah Sosial
Saudaraku, adalah kodratnya manusia, meski saat lahir ke dunia ini dan saat meninggal dunia nanti bisa sendiri-sendiri, tetapi saat hidup tidak. Ya inilah fitrah sosial, namanya. Terlahir sebagai manusia, realitasnya kita semua cenderung hidup bersama, berkeluarga, berkelompok, bermasyarakat bahkan mestinya sampai berbangsa dan bernegara. Tetapi justru di sinilah di antaranya kebudayaan dan peradaban di altar semesta tercipta.

Untuk menjadi manusia yang berbudaya, oleh Allah kita dianugrahi cipta karsa juga rasa untuk hidup bersama, sehingga relasi dan interaksi antar sesama menjadi sarat makna; saling bisa merasa, saling memberi di samping menerima dan juga bisa menjalin hubungan kerjasama yang benefitnya bisa dinikmati bersama. Dengan sama-sama bisa merasa dan kebersamaan yang tercipta, manusia bisa saling meringankan beban yang berat, memudahkan urusan yang sulit, dan melapangkan kehidupan yang sempit selama hidup di atas bumi ini.

Oleh karenanya, mengapa sejak awal keberadaannya sudah menghajatkan tempat bergantung ('alaqah) di rahim ibunda dan terus bergantung termasuk pada asupan gizi dan nutrisi yang dibutuhkannya hari-hari perkembangannya. Apalagi saat lahir di atas bumi ini, setiap diri senantiasa menghajatkan belaian ibundanya, ayahnya, keluarganya dan lingkungan sosial yang mengitarinya. Demikian juga pada masa pertumbuhan dan berkembang berikutnya. Bahkan hajat sosialnya semakin besar dan luas seiring dengan peran dan amanah kehidupan yang diemban. Semua ini dilakukan agar roda kehidupan berjalan.

Allah berfirman yang artinya “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa dia antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Mengenal" (QS. al-Hujurat 13).

Dalam praktiknya interaksi, komunikasi dan kehidupan sosial kemudian melahirkan relasi bahkan tatanan kehidupan yang berkeadaban. Bahkan dengan keragaman strata sosial dan kemampuannya, antar sesama manusia dapat saling mengisi, saling berbagi dan saling memudahkan satu dengan lainnya. 

Allah berfirman yang artinya Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan (QS. Az-Zukhruf 32).

Dalam akhlak Islam kita terus diingatkan dengan seruan dan titah kemuliaan agar fitrah sosial menjadi aktual. Di antaranya Allah berfirman yang artinya Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat." (QS. Al-Hujurat 10)

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (QS. Al-Hujurat 11)

Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang." (QS. Al-Hujurat 12)

Begitulah di antaranya akhlak dengan sesama. Oleh karenanya semoga kita bukan saja dapat mengaktualkan fitrah sosial kita, tetapi juga mengindahkan akhlak yang sudah terjaga. Aamiin ya Mujib al-Sailin

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama