Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 22 Zulkaidah 1443
Fitrah Cinta
Saudaraku, secara subyektif judul muhasabah hari ini, relatif menyemangati lontuan untuk segera sampai, agar bisa merengkuh dan mereguknya. Inilah barangkali kekuatan cinta. Tapi buru-buru harus segera diberi anotasi bahwa cinta di sini tidak sebatas pada cinta lawan jenis, suami pada istri atau istri pada suami yang sudah kita bahas jauh-jauh hari, tetapi cinta manusia kepada diri sendiri, keluarga dan sesamanya dan muaranya pada Allah Rabbuna. Inilah fitrah manusia. Maka manusia yang sudah tidak ada padanya cinta, sejatinya kontra fitrah, bila tidak mau menyebutnya sebagai bukan manusia lagi.
Karena muara cinta pada pada Allah, maka cinta kepada selainNya tentu dalam rengkuhan keridhaanNya. Jadi tanpa mengurangi perasaan cinta kita kepada diri sendiri, istri/suami, anak cucu dan sesamanya, dengan mencitai Allah niscaya keberkahannya bisa dirasakan oleh semua. Maka semakin mencintai Allah justru akan merefleksi kecintaannya pada diri, istri/suami, anak cucu, keluarga dan sesamanya.
Sebagai makhlukNya, kita tidak akan mampu mencintai Allah sampai benar-benar cinta untuk menaati-Nya. Dua entitas ini, yakni cinta dan menaati berkelindan saling melengkapi satu dengan lainnya. Ya cinta harus mewujud pada ketaataan, dan ketaatan melahirkan rasa cinta. Orang yang jatuh cinta kepada seseorang, maka ia akan bersenang hati melakukan apapun permintaannya dan menghindari apapun yang dibencinya, bahkan yang sulit sekalipun. Apatah lagi pada Allah.
Di antara bukti mencintai Allah tercermin dalam kehidupan kesehariannya. Pertama, hasrat dan keinginan untuk sesering mungkin atau selalu bertemu dan bersamaNya. Di samping melalui shalat baik yang wajib maupun sunat, juga dengan mengorientasikan semua aktivitas hidupnya hanya untuk menggapai keridhaanNya.
Kedua, suka mengingat dan menyebut asmaNya. Hal ini sama halnya ketika kita menyayangi seseorang, maka kita gemar mengingat-ingat dirinya, kehadirannya, senang menyebut-nyebut namanya saat berjauhan. Ada perasaan damai dan bahagia saat mengingat dan apalagi bersamanya. Demikianlah di antara perilaku orang yang tengah jatuh cinta. Begitu juga halnya dengan Allah, kita senang melakukan zikrullah. Allah ya Waduud.
Ketiga, bergetar hati karena bertambah-tambah keimanan kepadaNya saat mendengar namaNya disebut dan firmanNya dilantunkan. Apalagi disebut asmaNya saat hati kita asyik mansyuk mengingatNya, ada perasaan trenyuh menyelinap di kesadaran insani kita bahkan tak kita sadari air mata membasahi pipi. Inilah tangisan yang justru paling membahagiakan.
Keempat, bergembira hati melakukan apapun untuk memenuhi keinginanNya, bahkan yang sulit sekalipun. Dan sebaliknya, dengan senang hati menjauhi apapun yang menjadi laranganNya. Jadi melakukan atau meninggalkan sesuatu dapat menunjukkan derajat kecintaan terhadap Allah.
Kelima, mengindahkan pesanNya. Karena pesan Allah kepada manusia termaktub dalam Al-Qur'an, maka orang yang mencintaiNya akan terus membaca pesan-pesanNya yang terkandung dalam ayat demi ayat dan mengindahkan pesan di dalamnya.
Keenam, bersama dan menyayangi orang-orang yang dicintai-Nya. Sebagaimana perhatian dan cinta Allah kepada anak-anak yatim, orang miskin, orang-orang yang jihad fi sabillah lainnya, maka begitu juga kita yang mencintaiNya.
Begitulah ilustrasinya, maka dalam ranah iman, cinta merupakan salah satu karunia Allah yang sangat dahsyat pengaruhnya. Ia sebagai perasaan kasih sayang yang amat kuat terhadap Allah sehingga cenderung ingin selalu berkorban, memiliki rasa empati, perhatian, kasih sayang, ingin membantu (titah/agamaNya) dan mau mengikuti apapun titahNya.
Sebagai dasarnya cinta dipesankan oleh Allah, Katakanlah (Wahai Rasulullah), Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.(Qs. Ali Imran 31)
Dengan demikian
Cinta itu fitrah,
Cinta itu anugrah,
Cinta itu amanah,
Cinta itu ketaatan tak terbantah,
Cinta itu berkah,
Rasa bahagianya bertambah-tambah.
Aamiin ya Mujib al-Sailin
Tags:
Muhasabah Harian