Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 6 Zulkaidah 1443
Fitrah Membawa Potensi
Saudaraku, di samping naluri bertuhan, Islam, suci, tak membawa dosa warisan dan asli apa adanya, setiap diri juga lahir dalam kondisi fitrah, dalam pengertian membawa potensi internal.
Hadits riwayat al-Bukhari bahwa Nabi Muhammad saw bersabda,
ŁُŁُّ Ł
َŁْŁُŁْŲÆٍ ŁُŁْŁَŲÆُ Ų¹َŁَŁ Ų§ŁْŁِŲ·ْŲ±َŲ©ِ، ŁَŲ£َŲØَŁَŲ§Łُ ŁُŁَŁِّŲÆَŲ§ŁِŁِ Ų£َŁْ ŁُŁَŲµِّŲ±َŲ§ŁِŁِ Ų£َŁْ ŁُŁ
َŲ¬ِّŲ³َŲ§ŁِŁِ، ŁَŁ
َŲ«َŁِ Ų§ŁْŲØَŁِŁْŁ
َŲ©ِ ŲŖَŁْŲŖِŲ¬ُ Ų§ŁْŲØَŁِŁْŁ
َŲ©َ، ŁَŁْ ŲŖَŲ±َŁ ŁِŁْŁَŲ§ Ł
ِŁْ Ų¬َŲÆْŲ¹َŲ§Ų”َ؟
Artinya: Setiap anak dilahirkan di atas fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Sebagaimana permisalan hewan yang dilahirkan oleh hewan, apakah kalian melihat pada anaknya ada yang terpotong telinganya?
Hadits di atas sering dipahami bahwa anak dilahirkan dalam kondisi fitrah atau suci, bersih, bagaikan kertas putih sehingga faktor ajar dan lingkungan bebas menulisinya. Tamsil bagaikan kertas putih di sini di.antaranya terkait dengan ketidakberdosaan tetapi juga ketidaktahuan akan pengetahuan. Akan tetapi dengan kemahamurahan, Allah membekali seperangkat piranti yang amat potensial yang dibawanya sejak dilahirkan ke dunia ini.
Seperangkat piranti internal yang dimaksudkan adalah indera, akal dan hati. Allah berfirman
ŁَŲ§ŁŁّٰŁُ Ų§َŲ®ْŲ±َŲ¬َŁُŁ
ْ Ł
ِّŁْۢ ŲØُŲ·ُŁْŁِ Ų§ُŁ
َّŁٰŲŖِŁُŁ
ْ ŁَŲ§ ŲŖَŲ¹ْŁَŁ
ُŁْŁَ Ų“َŁْŁًٔŲ§ۙ ŁَّŲ¬َŲ¹َŁَ ŁَŁُŁ
ُ Ų§ŁŲ³َّŁ
ْŲ¹َ ŁَŲ§ŁْŲ§َŲØْŲµَŲ§Ų±َ ŁَŲ§ŁْŲ§َŁْŁِٕŲÆَŲ©َ ۙ ŁَŲ¹َŁَّŁُŁ
ْ ŲŖَŲ“ْŁُŲ±ُŁْŁَ
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur. (Qs. A-Nahlu 78)
Potensi internal indera, akal dan hati inilah yang kemudian menjadi penciri manusia dan tidak ada secara sempurna pada selainnya. Dengan demikian, meskipun lahir ke dunia tidak mengetahui sesuatu apapun, tetapi setelah manusia mensyukurinya dengan memberdayakan potensi internal: indera, akal dan hatinya, maka manusia mendapatkan ilmu pengetahuan, hikmah dan menemukan Allah Rabbuna, yang dengannya merasa bahagia.
Pertama, piranti Indera. Piranti ini melekat pada lahiriyah setiap manusia yang lazim dikelompokkan pada lima atau panca sehingga disebut sebagai panca indera. Indera penglihatan dipercayakan pada mata, indera pendengaran diamanahkan pada telinga, indera peraba pada kulit, indera penciuman pada hidung dan indera pengecap pada lidah. Semua indera ini berfungsi pada saatnya dalam diri setiap orang, meskipun tetap ada yang pirantinya tersedia namun inderanya tidak berfungsi. Maka bersyukurlah bila kelima indera ini berfungsi sesuai peruntukan dan pensyariatannya.
Melalui indera inilah manusia memperoleh pengetahuan. Mata bisa melihat benda ataupun kejadian apa saja, telinga bisa mendengar suara tertentu dan mengenalinya, kulit bisa merasakan halus atas kasarnya permukaan, hidung bisa mencium aroma di sekilingnya dan lidah bisa mengecapi merasakan cita rasa minuman makanan tertentu. Semua serapan panca indra ini menjadi pengetahuan yang akan diolah diinternalisasi sehingga melahirkan teori yang nantinya bermaanfaat bagi hidup dan kehidupan ini.
Kedua, piranti akal. Piranti ini sejatinya termasuk sisi dalam atau aspek phikhis yang berfungsi untuk berpikir, memikirkan pengetahuan serapan panca indera, juga untuk mengingat, menganalisis, menilai dan memutuskan segala sesuatu termasuk untuk berbuat atau tidak. Jadi melalui piranti akal, manusia memperoleh ilmu pengetahuan dan mengembangkannya.
Ketiga, piranti hati. Hati di sini secara psikhis, tentu, bermakna sebagai sesuatu yang terkandung di dalam tubuh dan menjadi tempat lokusnya iman. Tetapi secara manusiawi hati juga tempatnya segala perasaan batin; senang, sedih, suka, benci, sabar, pengertian, bersemangat ... dan seterusnya
Kondisi dan suasana hati silih berganti sesuai ikhtiar, ibadah dan doa masing-masing dan secara otomatis mempengaruhi perilaku atau penampilan diri. Hati saat senang, misalnya, akan menampakkan keceriaan. Sebaliknya hati saat sedih akan menampakkan kemurungan. Hati yang diliputi kebencian akan menampakkan sikap sinis bahkan bengis. Oleh karenanya hati perlu bimbingan ruhani, sehingga iman bisa terpatri, amal shalih mewujud dalam laku hari-hari. Maka dengan memberdayakan potensi internal yang dibawa sejak mula, kita menjadi tentram bersama ridha Allah ta'ala. Aamiin ya Mujib al-Sailin
Tags:
Muhasabah Harian