Muhasabah 5 Zulkaidah 1443
Fitrah Asli Apa Adanya
Saudaraku, di samping naluri bertuhan, Islam, suci, dan tak membawa dosa warisan, setiap diri juga lahir dalam kondisi fitrah, asli, apa adanya.
Begitulah asal kejadian dan aslinya manusia, polos, apa adanya, merah kehitam-hitaman, imut-imut, dan tidak neko-neko tanpa embel-embel harta dan tahta, bahkan sehelai benang sekalipun. Embel-embel lalu nempel atau sengaja ditempelkan setelahnya seiring dengan garisan tangan dan ikhtiar masing-masing.
Fitrah keaslian ciptaanNya juga dapat dirujuk pada hadits riwayat al-Bukhari bahwa Nabi Muhammad saw bersabda,
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ، كَمَثَلِ الْبَهِيْمَةِ تَنْتِجُ الْبَهِيْمَةَ، هَلْ تَرَى فِيْهَا مِنْ جَدْعَاءَ؟
Artinya: Setiap anak dilahirkan di atas fitrah kesucian. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Sebagaimana permisalan hewan yang dilahirkan oleh hewan, apakah kalian melihat pada anaknya ada yang terpotong telinganya?
Embel-embel rupawan baik cantik atau tampan dipastikan datangnya belakangan. Setelah masa kecil berganti menjadi remaja lalu dewasa, paras dan wajahnya juga menyempurna, baik cantik atau tampannya menyertainya. Tapi karena sifatnya lahiriyah, maka suatu saat yang tak seberapa lama cantik atau tampannya juga akan hilang perlahan bahkan sampai tak tersisa, sehingga orang bisa bilang amit-amit di saat rentanya.
Embel-embel ilmu dengan segenap titel yang disematkan pada namanya dipastikan juga diperoleh atau disandang setelah proses yang sangat panjang dalam hidupnya. Dimulai belajar di lingkungan informal, lalu non formal dan terutama di lembaga formal, pendidikan dasar, menengah, atas dan tinggi. Tetapi karena ilmu terutama dengan gelarnya itu juga ibarat pakaian, maka saat ajal tiba, semuanya akan tanggal sehingga orang memanggilnya dengan almarhum, atau bertanya mayatnya di mana? atau kapan jenazahnya dishalatkan?. Semua orang tidak lagi menyebut namanya apalagi gelarnya.
Embel-embel hartawan dipastikan juga datangnya belakangan, bahkan karena warisan sekalipun. Semua orang lahir tanpa sehelai benangpun. Kalaupun kemudian pandai mengumpulkan harta, pasti di masa-masa berikutnya. Apalagi divasilitasi oleh kecerdasan dan atau kekayaan orangtuanya atau keluarga besarnya, lalu menhafi kaya raya; harta bisa tujuh turunan anak cicitnya. Maka bagi dirinya, pelan tapi pasti suatu saat harta itu pasti akan ia tinggalkan atau meninggalkan dirinya, sehingga ketika pulang ke haribaanNya juga hanya dengan tiga atau lima helai kain untuk kafan jasadnya saja.
Embel-embel tahta, jabatan kepala ini itu, ketua ini itu, menteri atau presiden sekalipun, dipastikan juga datang dan disandang jauh setelah dilahirkan. Bahkan tidak jarang setelah berjuang "berdarah-darah" baru kesampaian. Tetapi mau berapa lama duduknya? Ya, pasti sekejab saja. Ya itu tadi, karena nempel atau ditempelkan, dipastikan akan dilepaskan atau hilang dari genggaman. Dan kembali semula tanpa embel-embel apapun juga.
Kalau dengan embel-embel atau asesoris (rupawan, ilmuwan, hartawan, tahtawan) yang menghiasi diri tersebut kemudian mengondisikan diri untuk semakin bersyukur kepada Allah dan menjadi sarana untuk mendekatkan diri padaNya, maka akan menyempurnakan jati dirinya sebagai abdullah (pengabdi hanya pada Allah) dan khalifatullah (pengelola pemakmur bumi) sehingga memperoleh balasan surga.
Tetapi sebaliknya apabila dengan embel-embel atau asesoris (rupawan, ilmuwan, hartawan, tahtawan) yang menghiasi diri tersebut kemudian mengondisikan diri untuk semakin ingkar kepada Allah bahkan takabur karenanya, maka sejatinya ia bukan manusia lagi atau tetap manusia lahiriyahnya tetapi hatinya iblis, singa atau binatang ternak. Dan tentu neraka tempat kembalinya, bila tidak taubat selagi di dunia.
Allahu a'lam bi al-Shawwab
Tags:
Muhasabah Harian