Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 29 Zulkaidah 1443
Fitrah Berkurban
Saudaraku, di ujung bulan Zulkaidah ini, tema muhasabah tentang fitrah rasanya juga sudah berada di ujung pembahasan. Hal ini bukan berarti makna dan cakupan fitrah hanya 29 macam ini, tetapi karena semata-mata atas keterbatasan hamba dalam mengkreasi tema fitrah berikutnya. Oleh karenanya izinkan lontuan di esok hari dan bulan Zulhijjah akan beralih mencari tema lainnya.
Selama bulan ini kita sudah mengulang mengulas dan mensyukuri 29 ragam fitrah, asal kejadian manusia. Fitrah pertama dan utama sebagai manusia kita diingatkan tentang naluri bertuhankan Allah (muhasabah ke-1). Jadi manusia itu makhluk bertuhan; makhluk bertuhankan Allah.
Karena bertuhankan Allah, maka selama hidup di dunia ini juga mustinya memeluk agama yang ajarannya juga mengesakan Allah tidak mensyarikatkan dengan selainNya, yakni Islam. Apatah lagi sejatinya awal mula kejadiannya, manusia juga membawa fitrah Islam (muhasabah ke-2) sehingga karena sifat dan karsktetistiknya, Islam juga dikenal sebgai agama fitrah.
Bertuhankan Allah dan beragama Islam merupakan fitrah asal kejadian yang mementingkan kesucian hati, bersihnya jiwa, jernihnya akal dan sehatnya badan. Oleh karena fitrah kesucian (muhasabah ke-3) yang dibawa sejak lahir idealnya dipertahankan selama kehidupannya di dunia ini. Di antara makna dasar kesucian adalah terbebasnya dari belenggu dosa, apalagi yang dari perbuatan yang tak pernah dilakukannya. Hal ini juga untuk menegaskan bahwa setiap kita memiliki fitrah ketakberdosaan (muhasabah ke-4) dan tidak mengenal dosa warisan.
Di samping fitrah ilahiyah seperti yang telah diilustrasikan di atas, manusia juga dibekali dengan fitrah kekhalifahan. Untuk mendukung ini, maka kita juga diingatkan tentang fitrah potensi internal (muhasabah ke-5). Dengan potensi hati, akal dan fisik mustinya dapat diapresiasi, dan disyukuri. Inilah di antara fitrah setiap insan, di samping juga fitrah keaslian (muhasabah ke-6), dan fitrah cenderung pada hal-hal yang baik (muhasabah ke-7).
Demi kemaslahatan kehidupan dan untuk melestarikan jenisnya, maka setiap diri juga dianugrahi fitrah suka terhadap lawan jenis (muhasabah ke-8) dan membangun rumah tangga. Setelah berumah tangga, semua pasangan suami istri hidup dalam samudra kehidupan keluarga dengan dinamika yang menyertainya. Tentu kemudian dalam perjalanannya, setiap keluarga dianugrahi fitrah suka anak (muhasabah ke-9), fitrah suka harta (muhasabah ke-10), fitrah makan minum (muhasabah ke-11).
Dan agar beban kehidupan di dunia ini terasa ringan maka Allah dengan kemahamurahanNya juga menyediakan segala fasilitas di muka bumi ini untuk kemaslahatan hidup. Apalagi manusia itu pada dasarnya memiliki fitrah suka yang enak, yang nyaman tidak suka ribet apalagi ribut (muhasabah ke-12). Di samping tentu fitrah suka berbagi (muhasabah ke-13) sehingga satu sama lainnya bisa saling meringankan. Ragam fasilitas dan kemudahan hidup ini merupakan karunia Ilahi agar disyukuri, sehingga dapat memaksimalkan peran pengabdian dan kekhalifahan di atas bumi ini.
Dan untuk mensukseskan misi pengabdian dan kekhalifahan, maka secara internal, setiap manusia juga memiliki fitrah bergerak yang amat dinamik (muhasabah ke-14), fitrah seimbang (muhasabah ke-15), fitrah maju berkualitas (muhasabah ke-16), fitrah berjuang (muhasabah ke-17) dan fitrah menang (muhasabah ke-18). Mengapa selalu dalam kemenangan? Iya, di antaranya karena manusia sendiri juga dibekali dengan semua fitrah kecerdasan (muhasabah ke-19). Dengan mensyukuri fitrah ini, maka kemenangan demi kemenangan dapat diraih dan drasakan.
Di samping itu, karena kecerdasan dan kesenpurnaan merepresentasikan sifat Tuhan, maka setiap diri juga dibekali dengan fitrah kekhalifahan (muhasabah ke-20) yang musti mengelola bumi dan fitrah sosial yang peduli terhadap sesama (muhasabah ke-21. Hal ini dapat menjadi nyata, karena semua manusia itu dianugrahi fitrah cinta (muhasabah ke-22), fitrah coriositi (muhasabah ke-21) atau keingintahuan untuk mengetahui segala sesuatu, merasakan dan menikmatinya bersama-sama.
Terlebih lagi, untuk kepentingan intetnal setiap diri juga dianugrahi fitrah keindahan yang merefleksi dengan merapikan kumis dan jenggot, membersihkan bulu ketiak juga kemaluan (muhasabah ke-24). Juga fitrah kebersihan diri seperti bersiwak, membersihkan hidung
(muhasabah ke-25). Dan fitrah kesehatan merefleksi aktivitas memotong kuku dan membasuh punggung jari-jari (muhasabah ke-26). Firah Bersuci dengan air (muhasabah ke-27), dan fitrah khitan (muhasabah ke-28).
Nah semua fitrah asal kejadian manusia tentu harus disyukuri. Dalam Islam kira dituntun mensyukuri banyaknya karunia Allah yang tercurah kepada kita melalui shalat dan berkurban (baca Qs. Al-Kautsar). Maka menjelang bulan haji ini, tema muhasabah dibeti judul fitrah berkurban (muhasabah ke-29).
Dengan berkurban dapat mengaktualkan sifat kedermawanannya. Dan ketika dikukuhkan dalam kehidupan nyata dengan kedermawannya justru dijanjikan akan menuai keberkahan yang berlipat. Allah berfirman yang artinya, Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS. al-Baqarah 261)
Dan Nabi saw bersabda, Orang yang dermawan dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dekat dengan surga, dan jauh dari neraka. Sedangkan orang yang kikir jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga dan dekat dengan neraka. Orang jahil yang dermawan lebih disukai Allah daripada ahli ibadah yang kikir” (HR. Tirmidzi)
Begitulah fitrah berkurban dan ajaran berbagi menjadi di antara fitrah etika diri yang selalu mengingkinkan kebahagiaan. Dan sejatinya kebahagiaan itu dirasakan bukan semata dari apa yang kita miliki, tetapi dari apa yang kita syukuri. Di antara bukti rasa syukur itu adalah kesediaan untuk berkurban dan berbagi. Semoga kita senantiasa dekat dan mendekatkan diri pada Allah, dan dekat juga mendekatkan dengan sesama. Aamiin ya Mujib al-Sailin
Tags:
Muhasabah Harian