Muhasabah 17 Zulkaidah 1443
"Fitrah" Berjuang
Saudaraku, seperti yang telah disampaikan dalam muhasabah yang baru lalu, bahwa di antara fitrah atau asal kejadian manusia adalah berkualitas. Nah hari ini akan melanjutkan asal kejadian lainnya yakni berjuang tanpa henti sepanjang hidupnya.
Perjuangan setiap diri sudah terjadi sejak sebelum pertemuan antara sel sperma yang berkualitas dari jutaan lainnya yang tersisih dengan sel telur yang sudah menunggu di alam kandungan ibunda. Apatah lagi ketika sudah di dunia. Dalam kapasitasnya sebagai khalifah maupun ‘abdullah (hamba Allah) di muka bumi ini, manusia dipastikan menghadapi ujian, baik ujian keburukan maupun ujian kebaikan. Allah berfirman yang artinya Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan (Qs. Al-Anbiya’ 35) dan lazimnya, dalam menghadapi, melaksanakan dan menyelesakan ujian dihajatkannya kesungguhan berjuang atau jihad bagi manusia.
Episode perjalanan hidup orang beriman di dunia ini bermula dari kelahiran. Lahir ke dunia ini disambut dengan doa dan kasih sayang oleh keluarga dan kehidupan sosial masyarakat sekitarnya. Saat itu keduaorangtua, begitu berbunga-bunga mensyukuri anugrah kelahiran ananda dengan ragam tasyakuran. Dari bayi terus tumbuh berkembang menjadi anak-anak, kemudian remaja di bawah asuhan dan pendidikan terbaik dari keluarga dan institusi pendidikan formal dan non formalnya yang melingkupinya. Kemudian menjadi dewasa dan berkeluarga untuk belajar kemandirian.
Dalam seluruh episode kesehariaannya selalu dalam aktivitas bermakna, belajar, mengajar, bekerja, mencari nafkah, beramal, berinterksi sosial, berusaha berperadaban, menjadi khalifatullah, menjadi abdullah yang setia pada Rabbnya. Bukankah semua aktivitas dan rutinitas ini menghajadkan jihad atau kesungguhan berusaha, kegigihan berjuang bergelut dengan dinamika dan problema yang datang silih berganti dalam hidup ini?
Tentu, inilah tuntunan iman Islam yang mengajarkan bahwa hidup ini tidak sia-sia tetapi punya makna. Makanya kemudian melahirkan ungkapan bahwa lahir ke dunia membawa harapan, semasa anak remaja dan dewasanya menjadi tumpuhan keluarga, sepanjang hidupnya merupakan jihad atau perjuangan memeluk kebenaran, dan insyaallah wafatnya dalam kesyahidan yang nyata, di akhirat memperoleh balasan surga nan kekal di dalamnya.
Tuntutan, tuntunan dan tatanan Islam untuk berjihad, berjuang bersungguh-sungguh dalam berbagai aktivitas bermakna dapat dirujuk pada firman Allah dalam al-Qur’an yang artinya, Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur’an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong. (Qs. Al-Hajj 78)
Begitulah episode dari seluruh perjalanan hidup seorang muslim di dunia ini, tersimpul dalam tiga kata saja yaitu lahir, jihad dan wafat.
Akan tetapi yang namanya fitrah tetap menyediakan sebaliknya, yakni berkemungkinan tidak aktual dalam kehidupan. Maka ada gambaran yang sebaliknya, menjadi amat kontras, yakni lahir, menderita dan mati. Gambaran seperti ini barangkali terjadi pada keyakinan, pendapat dan pengalaman dari orang-orang yang tidak beriman (baca orang-orang yang mengingkari kebenaran, kafir terhadap agama Allah), negative thinking, berprasangka buruk pada Allah. Baginya hidup ini sarat derita, penuh sengsara dan ibarat seperti di neraka.
Sedari lahir sudah menangis, dan selama bayi terus menangis, saat kanak-kanak tak terpenuhi semua keinginannya sehingga juga sering menangis seolah protes kepada orangtuanya, saat remaja juga menderita karena tak kesampaian cita-citanya, saat dewasa hidupnya juga sarat problema, belum lagi reda masalahnya sudah berangsur menua dan punya anak yang memaksanya mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhannya dan keluarga. Tak disadarinya umur sudah senja, mulai sakit-sakitan tak kuasa lagi melakukan ini dan itu, akhirnya jalanpun mesti dipapah anak cucu, diobati atau didoakan “kepulangannya”.
Bagi orang-orang yang negative tinking seperti ilustrasi di atas terasa bahwa lahir, hidup dan mau matinya dalam penderitaan. Makanya ada ungkapan lahir ke dunia ini hanya untuk menderita, hidupnya tidak punya makna, dan saat meninggal dunia banyak orang yang justru lega karenanya. Na’udzubillahi min dzalika.
Pilihan episode mana yang mewujud dalam realitas diri dan keluarga kita, tentu berpulang sepenuhnya kepada masing-masing kita, dan keluarga kita. Tetapi lontuan izinkan mengulang bahwa perjalanan hidup kita di dunia ini harus merengkuh makna, tersimpul dalam tiga kata yaitu lahir, jihad dan wafat. Dan bukan lahir, menderita, dan mati. Aamiin ya Mujib al-Sailin
Tags:
Muhasabah Harian