Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 19 Syawal 1443
Membaca Titah
Saudaraku, seruan sebagaimana telah diingatkan dalam muhasabah yang baru lalu menunjukkan betapa kasih dan sayangNya Allah kepada kita. Sebagai manusia, kita diseru setidaknya sebanyak 18 kali dengan menggunakan panggilan "ya ayuhannas!" Sebagai manusia keturunan Nabi Adam, kita diseru dengan menggunakan panggilan "ya Bani Adam!" Sebagai orang beriman kita juga diseru sebanyak setidaknya 89 kali dengan panggilan menggunakan "ya ayuhalladzina amanu!"
Memperhatikan peringkat seruan, maka panggilan dengan menggunakan lafal "ya ayuhalladzina amanu!" adalah yang paling banyak, paling sering. Hal ini di antaranya menunjukkan peringkat kasih sayang, dan kedekatanNya kepada orang-orang yang beriman. Dengan bahasa lain, di antara semua manusia, maka orang-orang beriman menempati kedudukan paling spesial di hadapan Allah ta'ala. Bila orang-orang beriman juga bertingkat-tingkat kadar dan kualitasnya, maka sudah dipastikan para nabi dan rasul yang menempatinya. Dan sebagai puncak kasih sayang dan kedekatannya tentu pada Nabi Muhammad saw.
Setelah dipanggil biasanya kita akan diberitahu oleh Allah tentang kabar-kabar sesuatu, atau diperingatkan akan sesuatu yang terjadi. Di samping itu juga terdapat perintah atau larangan mengerjakan sesuatu. Dalam iman Islam, tentu semua isi panggilan, titah, tuntutan, dan tuntunan ini ketika ditaati diindahkan, maka kebaikannya pasti berpulang kepada orang yang menaatinya. Dan hal ini juga sekaligus untuk menunjukkan betapa besar kasih sayangNya Allah kepada manusia, hamba-hambaNya.
Bagaimana tidak! Manusia itu makhluk, kreasi Allah yang paling sempurna di antara makhlukNya sehingga memungkinkan dapat merepresentasikan keterwakilanNya di muka bumi ini. Makanya, manusia dalam iman Islam diyakini memikul atau mengemban amanah sebagai wakil atau pengganti (khalifah)Nya di muka bumi. Ya sebuah amanah yang sebelumnya telah ditawarkan Allah kepada makhluk-makhluk lainnya, dan ternyata tak disanggupinya. Malaikat yang notabene makhluk serba taat juga tak kuasa memikulnya. Apalagi iblis atau setan yang jelas-jelas terkemuka keserbaingkarannya.
Betapa tidak memperoleh kasih sayang terbesar dari Allah ta'ala! Karena secara filosofis tokh hanya pada diri manusia saja gambaran citra Ilahi dapat termanifestasi paling sempurna. Makhluk selain manusia hanya mampu merepresentasikan sebagian kecil sifat yang otomatis melekat pada dirinya.
Oleh karena itu, bahkan diyakini bahwa seluruh eksistensi di jagat raya ini dicipta Allah hanya untuk manusia. Dan demikian juga seluruh titah dan amarNya hanya untuk membahagiakan manusia. Amar atau titah untuk beriman, titah untuk melakukan pengabdian, tidak untuk bersyukur, titah untuk melakukan ketaatan kepada Allah semata-mata untuk kebahagian diri manusia, tidak untuk menambah kebesaran Allah yang memang sudah besar dengan sendirinya.
Sekali lagi ditegaskan bahwa dengan titahNya Allah menghendaki kebaikan manusia dan kini titahNya bisa kita baca dalam al-Qur'an. Hal ini pula, menjadi wajar bila al-Qur'an juga mensifati dirinya sebagai al-Amr. Dinamakan al-Amr karena dalam al-Qur’an terdapat ragam titah, amar, perintah Allah yang harus diindahkan seindah-indahnya oleh manusia; oleh orang-orang yang beriman demi kebahagiaannya.
Adapun dasar teologis normatifnya dapat dibaca pada surat al-Thalaq [65] ayat 5:
Ø°ٰÙ„ِÙƒَ اَÙ…ْرُ اللّٰÙ‡ِ اَÙ†ْزَÙ„َÙ‡ٗٓاِÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ْۗ
“Itulah perintah Allah yang diturunkan-Nya kepada kamu sekalian”.
Semoga kita mau dan mampu mengindahkan titah Allah ta'ala, sehingga meraih bahagia dan keberkahan hidup baik di dunia dan akhirat. Aamiin ya Mujibassailin
Tags:
Muhasabah Harian