Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 24 Syawal 1443
Membaca Tahapan
Saudaraku, eksistensi alam ini, baik alam besar (makro kosmos, jagat raya) maupun alam kecil (mikro kosmos, manusia) sangat dinanis, senantiasa dalam perubahan, bahkan sejak keberadaannya. Dalam amatan para cerdik cendekia, semua berlangsung bertahap-tahap.
Keberadaan manusia, misalnya berawal dari seorang diri, lalu Allah mencipta pasangannya sehingga menjadi dua, lalu empat, enam, delapan... enambelas, seratus, seribu, sejuta, semilyar dan seterusnya, ada yang meninggal dan ada saja yang lahir hidup hingga sekarang ini sehingga secara akumulatif tak terbilang persis jumlahnya.
Secara lahiriyah setiap manusia juga mengalami perubahan siklus dalam kehidupannya, lahir balita remaja dewasa tua dan meninggal dunia. Segi fisiknya bermula dari kecil, besar menyempurna penciptaannya. Segi kekuatannya berawal dari lemah gemulai, lalu menjadi kuat bahkan sangat kuat, lalu menurun menuju kelemahannya lagi. Segi suaranya berawal dari lirih, menguat, keras, lalu turun menjadi lirih kembali. Segi wajah berawal dari imut-imut, lalu berseri semakin tampan/cantik, memudar, lalu (amit-amit) berkeriput.
Adapun secara subtantif terutama ranah intelektualitas dan religiusitas juga dinamik bertahap menyempurna hingga saat berpulang je haribaan Allah Rabb seluruh alam semesta. Segi intelektualitasnya berawal dari tidak mengetahui sesuatupun (16:78), lalu sedikit demi sedikit semakin berilmu, semakin bijak hingga semakin dekat dengan Allah ta'ala.
Selagi balita, maka penguasaan ilmu setara ilmuwan balita. Selagi memeluk pendidikan dasar maka penguasaan ilmu setara ilmuwan pendidikan dasar. Selagi di sekolah atau madrasah lanjutan, maka penguasaan ilmu setara ilmuwan studi lanjut. Selagi di perguruan tinggi, maka penguasaan ilmu setara ilmuwan sarjana, setara ilmuwan magister, setara ilmuwan doktor. Dan tentu stratanya ini sejurus dengan akhlaknya. Jadi semakin tinggi dan panjang titelnya berbading lurus dengan religiusitasnya, terutama akhlaknya.
Demikian juga ranah religiusitas, berawal dari fitrah lalu berangsur-angsur menyempurna kefitrahannya (baca keberislamannya) dan senantiasa berproses menjadi semakin dekat dengan Allah Rabbuna. Dengsn demikian, membaca dinamika itu perlu, membaca perubahan itu penting, membaca memahami pentahapan itu amat signifikan.
Nah, Al-Qur'an juga dinamakan al-Tanzil, Mengapa? Ya, karena al-Qur'an diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw secara berangsur-angsur menyempurna menjadi pedoman hidup yang universal dan komprehensif dalam masa 22 tahun 2 bulan dan 22 hari.
ÙˆَØ¥ِÙ†َّÙ‡ُ Ù„َتَÙ†ْزِيلُ رَبِّ الْعَالَÙ…ِينَ
Dan sesungguhnya (Al-Qur'an) ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam. (Qs. Al- Syu’araa’ 192)
Menurut para ulama, di samping turun berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan dan 22 hari, sejatinya al-Qur'an sudah diturunkan oleh Allah secara sekaligus ke langit dunia. Istilah yang digunakan untuk maksud diturunkan sekaligus adalah inzal. Jadi inzal, Al-Qur'an diturunkan sekaligus dari Allah ke langit dunia pada malam qadar, sedangkan tanzil untuk maksud bahwa al-Qur'an diturunkan secara bertahap berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan dan 22 hari dari langit dunia ke hati Nabi pada waktu-waktu terpilih.
Kontektualisasinya, bila sekarang wahyu tidak turun lagi, maka ilham, gagasan, ide, ilmu dan kearifan tetap turun dan diturunkan oleh Allah kepada siapa saja dari hamba yang dikehendakiNya. Nah akumulasi dari ilham, gagasan, ide, ilmu dan kearifan yang diraih atau diturunkan Allah kepada seseorang sering diformalkan dalam gelar-gelar kehormatan yang disematkan pada yang bersangkutan.
Dengan mengikuti logika inzal wa tanzil di atas, maka sejatinya gelar-gelar kehormatan yang tertinggi sekalipun seperti Prof. Dr atau Abuya atau Jendral atau lainnya berikut SKnya sejatinya sudah diturunkan sekaligus (inzal) oleh Allah, sudah ada, sudah tertulis, sknya sudah ditandatangani oleh para pihak sejak zaman azali. Dalam bahasa iman, semuanya ini termasuk rezeki, pertemuan, jodoh dan ajal sudah ditetapkan, semuanya sudah ditakdirkan.
Nah, proses tanzilnya atau proses penurunannya secara bertahap berangsung-angsur menjadi ranahnya masing-masing kita. Seorang pebelajar butuh berapa lama menurunkan (baca meraih) gelar sarjana atau gelar magister atau gelar doktor?. Seorang dosen perlu waktu berapa hari/bulan/tahun/windu untuk menurunkan SK gelar asisten ahli, lektor, lektor kepala atau bahkan guru besarnya?. Akankah sampai atau tidak, SKnya turun atau tidak, atau keburu pensiun atau berpulang ke haribaanNya menjadi misteri sebelum semuanya jelas saat terjadi.
Nah sangat bergantung masing-masing dalam melakukan ikhtiar, uzlah dalam menjemput SK (kalau Nabi menjemput wahyu). Jadi "Gua Hira" tempat uzlahnya pebelajar itu ya di masjid, di kampus, di kelas-kelas perkuliahan, di perpustakaan, di circles ilmiah, di ruang seminar, di toko buku bukan cafe, di salon atau rumah-rumah gurunya. Adapun "Gua Hira" tempat uzlahnya para dosen itu ya di masjid, di kampus, di Kementerian, di circles akselerasi pangkat, di kelas-kelas perkuliahan, di perpustakaan, di circles ilmiah, di ruang seminar, dan di toko buku bukan cafe.
Semoga dengan membaca al-Qur'an, al-Tanzil, kita menjadi bijak bersikap, tawadhuk dan istikamah mengabdi Ilahi. Aamiin ya Mujibassailin
Tags:
Muhasabah Harian