Membaca Regulasi

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 29 Syawal 1443

Membaca Regulasi
Saudaraku, adakalanya berada di zona aman atau di posisi yang segala sesuatunya sudah jelas dan sudah nyaman seringkali memanjakan bahkan meninabobokkan sehingga bisa menimbulkan sikap kurang produktif, laku tidak kreatif untuk lebih progresif maju ke depan. Dan sebaliknya kebelumjelasan - atau bahkan ketidakjelasan - justru seringkali menjadi motivasi untuk lebih rajin, lebih kreatif, dan lebih kompetitif.

Ilustrasi atau statemen di atas tentu tidak sepenuh benar, tetapi juga tidak sepenuhnya keliru. Mengapa? Ya, karena tidak ada buktinya di sini, tetapi ternyata masih ada juga di tempat (baca instansi, budaya, negeri, benua) lain. Atau sebaliknya tidak ada di tempat lain tetapi masih ada di instansi ini, bahkan menjadi semacam "budaya" di negeri.

Saat masih bekerja serabutan apa saja, bekerja honor ke mana-mana atau sebelum diangkat secara definitif sebagai "apa gitu" seperti sebagai pegawai negeri atau sebelum bergaji tetap atau sebelum menduduki jabatan tertentu, seseorang sering termotivasi untuk rajin (orang lain belum datang ia sudah duluan sampai, orang lain sudah pulang ia masih bekerja), kreatif dan inovatif. 

Mengapa? Ya, tentu harus seperti itu. Karena bila tidak rajin, tidak kreatif dan tidak inovatif, maka tidak mendapat bayaran, tidak memperoleh pendapatan yang bisa dibawa pulang untuk diri juga keluarganya dan tidak diangkat secara resmi menjadi pegawai. Jadi rajin, kreatif dan inovatif adalah rezeki atau dalam hal ini kepastian untuk memperoleh pendapatan. Dengan bahasa lain rajin, kreatif dan inovatif untuk menjemput SK. Dan ketika sudah diperoleh perlahan sudah pasti mulai berubah.

Adapun menduduki zona aman atau kejelasan ujrah atau penghasilannya, sebagai pegawai negeri misalnya atau sebagai pejabat tertentu atau kerja gak kerja tetap gajian di awal bulan,  bisa-bisa manja atau "belagu" atau bahkan sombong, sehingga tidak termotivasi untuk rajin (pegawai lain sudah sampai e ia belum datang, dan pegawai lain masih bekerja e ia sudah pulang), tidak kreatif dan tidak inovatif. Semua dibiarkan berlangsung apa adanya, rutinitas, bahkan malas-malasan kerjanya tokh sudah jelas awal bulan gajian.

Padahal semua amanah yang dipundakkan kepada kita ada kepercayaan; semua pekerjaan terdapat aturan, segala urusan yang melibatkan sektor publik ada regulasi. Tentu, diperlukan ketaatan dan kepatuhan. Apalagi status dan keterikatannya lebih kuat, lebih dekat, dan lebih resmi serta diikat oleh sumpah yang diikrarkan atau disepakati.

Ketaatan dan kepatuhan terhadap aturan yang berlaku sajatinya bagian dari akhlaq al-karimah sekaligus juga sebagai penanda pada ketaatan dan kepatuhan aturan, peraturan (al-hukmu, al-Qur'an) yang diturunkan Allah.

Al-Qur'an disebut sebagai al-Hukmu berarti sebagai hukum atau peraturan. Seperti diketahui sumber hukum Islam memang harus didasarkan pada Al- Qur'an.

ÙˆَÙƒَØ°َٰÙ„ِÙƒَ Ø£َÙ†ْزَÙ„ْÙ†َاهُ Ø­ُÙƒْÙ…ًا عَرَبِÙŠًّا ۚ ÙˆَÙ„َئِÙ†ِ اتَّبَعْتَ Ø£َÙ‡ْÙˆَاءَÙ‡ُÙ…ْ بَعْدَÙ…َا جَاءَÙƒَ Ù…ِÙ†َ الْعِÙ„ْÙ…ِ Ù…َا Ù„َÙƒَ Ù…ِÙ†َ اللَّÙ‡ِ Ù…ِÙ†ْ ÙˆَÙ„ِÙŠٍّ ÙˆَÙ„َا Ùˆَاقٍ

Dan demikianlah Kami telah menurunkan Al-Qur'an itu sebagai hukum atau peraturan (yang benar) dalam Bahasa Arab. Dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu akan (siksa) Allah.(QS. Al-Ra’d 37).

Dengan senantiasa membaca al-Qur'an, semoga kita dianugrahi sikap istikamah dalam ketaatan. Aamiin ya Mujib al-Sailin

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama