Muhasabah 26 Syawal 1443
Membaca Menjadi Adil
Saudaraku, sebagai saksi dalam menyampaikan kesaksian sebagaimana diingatkan dalam muhasabah yang baru musti berlaku adil. Karena adil merupakan di antara akhlaq al-karimah yang harus terus dikukuhkan dalam kehidupan.
Ya pertama, adil sering merujuk pada makna sama, tanpa membeda-bedakan antarsatu dengan lainnya. Karena setiap orang memiliki hak - juga kewajiban - yang sama. Sama-sama berhak memperoleh putusan yang adil, sama-sama berhak memperoleh pendidikan yang layak, berhak memperoleh layanan kesehatan, perlindungan hukum, berserikat dan menyatakan pendapat.
Dalam hak memperoleh putusan yang adil, misalnya kita diingatkan dalam firmanNya yang artinya Apabila kamu memutuskan perkara di antara manusia, maka hendaklah engkau memutuskannya dengan adil…(Qs. al-Nisa’ 58)
“Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu .” (Qs. al-Nisa’ 135)
Dan kedua adil juga merujuk pada perhatian yang wajar terhadap hak-hak Individu dan memberikan hak-hak Itu kepada setiap pemiliknya. Adil dalam pengertian inilah yang dimaksudkan dengan menempatkan sesuatu pada tempatnya atau memberi pihak lain haknya melalui jalan yang terdekat. Lawan adil adalah dzalim yaitu menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya.
Mengenakan sepatu di kaki adalah keadilan sedangkan meletakkannya di hati adalah kedzaliman. Dhalim terhadap diri sendiri. Kalau sepatu ditaruh di hati, maka biasanya suka tinggi hati. Kalau ada orang lain yang meniliki sepatu lebih baik dari miliknya, maka iapun iri hati. Kalau sepatunya hilang dicuri orang, maka ia sakit hati bukan kepalang. Sepatuku itu hartaku dan tahtaku.
Memberdayakan potensi yang dimiliki secara simukthan yang merupakan sikap yang adil, dan sebaliknya menelantarkannya merupakan kedzaliman. Memelihara badan dengan berolahraga, mengonsumsi makanan minuman yang halal, baik dan tidak berlebihan agar sehat bugar adalah keadilan, dan sebaliknya membiarkannya (tak mau merawat, tak mau berobat) sampai melarat, sakit-sakitan dan nelangsa merupakan kedzaliman.
Mengemban amanah secara jujur, cerdas, ikhlas, tidak pongah dan bertanggungjawab merupakan keadilan, sedangkan berlaku sembrono, arogan, adigang adigung adiguna, koruptif, kolutif, nepotis dan eksploitatif merupakan kedzaliman.
Adapun makna ketiga, adil itu juga dimaksudkan untuk seimbang menyeimbangkan, meskipun tidak berarti harus sama persis. Adil dalam memberikan perhatian kepada anak-anaknya, memenuhi kebutuhannya masing-masing; yang besar petlunya apa, yang kecil perlunya apa dan yang yang bayi demikian juga.
Adil dalam memenuhi kewajiban. Ya kewajiban sebagai makhluk bertuhankan Allah, berlaku adil sebagai hambaNya, makhluk yang mengemban peran khalifah, makhluk membaca, makhluk berperadaban, sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Allah sudah mengaruniai hidup dan kehidupan, maka menaatiNya menjadi keniscayaan. Allah juga sudah mengaruniai kita banyak nikmat, idealnya bersyukurnya juga harus banyak.
Adil dalam memimpin, mestinya bisa mengayomi dan memperhatikan semua rakyat dan daerahnya kepemimpinannya, melakukan pembangunan antar kota dan desa; memberi perhatian antara daerah yang sudah maju dengan daerah terluar dan yang tertinggal.
Nah, sekali lagi adil merupakan ajaran mulia, hanya orang-orang mulia saja yang ringan merengkuhnya.
Apalagi di antara nama dari Al-Qur'an adalah al-'Adl. Allah berfirman yang artinya Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merubah rubah kalimat-kalimat-Nya dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-An’am 115)
Berdasarkan normativitas yang terjemahannya tertera di atas berarti bacaan utama umat Islam mensifati dirinya sebagai al-'Adl, maka keadilan mestinya menjadi karakter yang melekat pada kepribadian umat Islam. Allah berfirman yang artinya Dan berbuat adillah, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat adil.” (Qs. al-Hujurat 9).
Rasulullah SAW bersabda:
أَهْلُ الْجَنَّةِ ثَلاَثَةٌ ذُو سُلْطَانٍ مُقْسِطٌ مُتَصَدِّقٌ مُوَفَّقٌ وَرَجُلٌ رَحِيمٌ رَقِيقُ الْقَلْبِ لِكُلِّ ذِى قُرْبَى وَمُسْلِمٍ وَعَفِيفٌ مُتَعَفِّفٌ ذُو عِيَالٍ ) مسلم
”(Di antara) penghuni surga ialah tiga orang; seorang penguasa yang adil, serta ahli sedekah dan mendapat bimbingan dari Allah; orang yang memiliki sifat penyayang dan lembut hati kepada keluarga dekatnya dan setiap kepada muslim serta orang yang tidak mau meminta-minta sementara ia menanggung beban keluarga yang banyak jumlahnya.” (HR Muslim).
Semoga dengan mengistikamahi pembacaan kreatif atas al-Qur'an, kita menjadi lebih adil, baik pada sesuatu, pada diri sendiri, sesamanya maupun Allah ta'ala. Aamiin ya Mujibassailin
Tags:
Muhasabah Harian