Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 9 Syawal 1443
Membaca Lembaran Bermakna
Saudaraku, secara filosofis, hari-hari yang telah kita lalui itu bagaikan lembaran-lembaran yang sarat makna dari buku kehidupan kita. Cerita dan isinya sangat bergantung pada diri kita yang menulisi. Meski terus berproses menulisi lembaran demi lembaran tersebut, uniknya juga bisa diakses oleh sesama bukan saja setelah lengkap menjadi sebuah buku, tetapi dapat dinikmati selagi masih dalam proses penulisannya. Itulah lembaran-lembaran hidup kita.
Idealitasnya kini, di bulan Syawal ini, bermodalkan perolehan takwa setelah beribadah di bulan Ramadhan merupakan hari-hari pembuktian ketakwaan itu sendiri, sehingga lembaran-lembaran buku kehidupan kita lebih bermakna. Bahkan sejatinya pesan moral Syawal adalah peningkatan, terutama peningkatan ranah religiusitas. Idealitas ini tentu harus diperjuangkan secara sungguh-sungguh sehingga benar-benar terjadi peningkatan pengabdian kepada Allah, baik kuantitas maupun kualitasnya.
Namun betapa berat memenuhi idealitas syawal itu. Alih-alih terjadi peningkatan, kini dan ke depan upaya untuk mempertahankannya saja dari apa yang sudah diraih selama Ramadhan yang baru saja berlalu tidaklah mudah, makanya saya katakan perlu perjuangan. Kini benar-benar perlu kewaspadaan yang ekstra jangan sampai terjadi arus balik spiritualitas pasca Ramadhan sebagaimana telah diingatkan dalam muhasabah yang baru lalu.
Allah berfirman yang artinya Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.
Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian)mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.(Qs. Al-Nahl 90-92)
Selama bulan Ramadhan kemarin kita telah mengisi lembaran hari-harinya dengan ketakwaan dan mengibarkannya relatif istiamah dan tinggi. Kalau menggunakan analogi ayat di atas, bukankah kita telah berhasil merajut atau menenun benang menjadi lembaran kain takwa, lembaran kain ketaatan, lembaran kain kesalihan, lembaran kain kesabaran, lembaran kain kearifan, lembaran kain keadilan, lembaran kain kebersahajaan, lembaran kain kasih sayang, bentangan kain keimanan, jalinan kuat persaudaraan dan bentangan kain kebaikan lainnya.
Bukankah semua ini merupakan inplementasi dan pengamalan dari kandungan kutab suci, Al-Qur'an?. Ya, tentu. Apatah lagi, di antara karakteristik al-Qur'an adalah al-Shuhuf, lembaran-lembaran suci yang sarat makna. Allah berfirman yang artinya di dalam shuhuf yang dimuliakan (QS. ‘Abasa13).
Oleh karena itu, agar hidup kita tetus berproses menjadi lebih bermakna, maka membaca Al-Qur'an, sebagai al-Shuhuf, lembaran-lembaran suci, dan memedomaninya dalam meniti kehidupan, mengambil pelajaran dari pesan yang dibawa, mengamalkannnya dalam kehidupan sehari-hari, mewariskannya antar generasi merupakan keniscayaan. Hal ini sekaligus kita berupaya mengisi dan menulisi lembaran-,lembaran buku kehudupan kita menjadi sarat makna. Semoga. Aamiin ya Mujibassailin
Tags:
Muhasabah Harian