Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 16 Syawal 1443
Membaca Kata
Saudaraku, di antara kemahamurahanNya, Allah menganugrahi kita kemampuan berkata atau mengucapkan sesuatu atau berbahasa yang kemudian orang lain dapat memahami maksud dan keinginan kita. Kita tinggal meniru atau mengucapkan kata tertentu seperti yang sudah dipraktikkan oleh para pendahulu kita.
Dalam hal ini, sepertinya manusia mampu mengenali dan mengucapkan suatu kata yang tak terbatas jumlahnya, buanyak sekali, masing-masing kata memiliki makna yang menyertainya. Hanya saja secara teologis, kita harus berhati-hati dalam berkata; harus cerdas memilah memilih kata, sehingga yang diucapkan adalah kata yang baik saja. Mengapa? Ya, agar berguna dan tidak mengundang bahaya.
Apalagi, kata apapun yang diucapkan tentu memiliki konsekuensi sesuai makna dan peruntukannya. Kata yang diucapkan dapat mencerminkan kepribadian seseorang. Kata atau bahasa mencerminkan kepribadian karena dari segi pilihan katanya atau gaya dan intonasi saat berbicara, baik dengan lirih, lembut, biasa-biasa saja maupun keras, kasar dan meledak-ledak lazimnya menyertakan ekspresi lahiriah penggunanya. Di samping itu, dari segi kualitas pesan atau isi bahasa dan tutur kata yang digunakannya.
Allah mengingatkan kita melalui firmanNya bahwa, Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya para malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat). (Qs. Qaf 18)
Berdasarkan normativitas yang terjemahannya tertera di atas di antaranya dipahami bahwa kata yang kita ucapkan selalu terekam dengan amat rapi dan teliti. Dalam bahasa agama, bila kata yang kita ucapkan itu baik atau mengandung manfaat, maka direkam atau ditulis oleh malaikat Raqib sebagai catatan kebaikan. Sebaliknya bila kata yang kita ucapkan (postingan yang kita share) itu buruk atau mengandung ujaran kebencian, maka direkam atau ditulis oleh malaikat Atid sebagai catatan keburukan.
Dengan demikian kata yang disampaikan baik dengan bahasa verbal lisan dan tulisan maupun nonverbal dengan bahasa tubuh, semuanya akan direkam atau ditulis oleh malaikat. Oleh karenanya sebelum mengucapkan kata tertentu, hendaknya dipastikan bahwa kata itu baik, bermanfaat dan terbebas dari jerat ujaran kebencian. Sekiranya tidak bisa berkata yang baik-baik, maka diam sangat direkomendasikan. Begitu pesan Nabi. Dari Abu Hurairah disebutkan, "Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau lebih baik diam (jika tidak mampu berkata baik)" (HR: al-Bukhari dan Muslim).
Itulah mengapa generasi salafus shalih ada yang membiasakan diri menggigit sesuatu tanpa melepaskannya kecuali untuk berkata sesuatu yang dipikirkan terlebih dahulu, di samping untuk makan makanan atau minum minuman yang sudah jelas kehalalannya.
Betapa kata atau bahasa itu punya makna. Al-Qur'an sendiri merupakan kalam Allah atau kata/firman Allah yang sarat makna, mengandung hikmah, menjadi panduan, sebagai pedoman hidup umat manusia. Oleh karenanya bisa dipahami bila di antara namanya adalah al-Qaul yang berarti perkataan. Adapun dasar normativitasnya adalah
ÙˆَÙ„َÙ‚َدْ ÙˆَصَّÙ„ْÙ†َا Ù„َÙ‡ُÙ…ُ الْÙ‚َÙˆْÙ„َ Ù„َعَÙ„َّÙ‡ُÙ…ْ ÙŠَتَØ°َÙƒَّرُونَ
Dan sesungguhnya telah Kami turunkan berturut turut Perkataan ini kepada mereka agar mendapat pelajaran.(QS. Al-Qashash 51).
Maha benar Allah dengan segala firmanNya.
Tags:
Muhasabah Harian