Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 7 Syawal 1443
Membaca Bukti-Bukti
Saudaraku, benar rasanya di balik perayaan idul fitri dengan segala pernak perniknya sejatinya merupakan ekspresi dari rasa syukur hamba ke atas Rabbnya. Mengapa keywordnya rasa syukur? Ya, benar, karena sejatinya rasa syukur itu menjadi inti relasi dan interaksi antara hamba dan Rabbnya. Rasa syukur menuntun kita melakukan pengabdian yang tulus dan konsisten kepadaNya. Makanya praktik shalat, berpuasa, mengeluarkan zakat dan menunaikan haji ke tanah suci itu adalah bukti nyata atas rasa syukur kita kepada Allah Rabbuna.
Setelah mengerjakan ragam amal ibadah itu, kitapun merasakan kebahagiaan, termasuk memperoleh kemenangan, dan kembali kepada fitrah ketakberdosaan. Dari natijah ini kita juga mensyukurinya dengan mengagungkan asma Allah dan berbagi pada sesama. Dan inilah keberkahan yang disediakan Allah. Ternyata tercipta siklus yang terjalin berkelindan antara rasa syukur, pengabdian, perolehan rasa bahagia dan bersyukur kembali. Begitu seterusnya.
Nah, bukankah semua itu menjadi bukti bahwa rasa syukur kita kepada Allah justru menjadi instrumen yang memungkinkan untuk menjemput karuniaNya yang lebih banyak lagi? Bukankan ini bukti memadahi bahwa barangsiapa bersyukur, niscaya akan ditambah karunia lainnya. Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (Qs. Ibrahim 7)
Ketika bisa mudik, beridulfitri, bisa takdhim ke orangtua dan atau guru, atau bisa menziarahi pusara dan mendoakannya, bersilaturahim, bereuni berkumpul bernostalgia bersama keluarga sanak saudara dan menikmati liburan, maka hati kita pun berbunga-bunga, puas dan berbahagia. Kita menyaksikan anak-anak, cucu dan anggota keluarga larut dalam kebahagiaan. Bukankah semua ini merupakan bukti kasih sayang Allah atas hamba-hambaNya.
Apalagi, lihatlah suasana semesta, begitu sangat kondusif, bersabahat, aman, tenang, tentram, adem ayem dan penuh pesona. Langit tampak cerah sesekali meredup ketika dilintasi awan sehingga terjadi gerimis sana sini. Dengan karunia Ilahi, semesta menyediakan vasilitas yang memadahi untuk terpenuhinya hajat insani.
Rembulan masih malu-malu menampakkan kesempurnaan cahayanya mengingat masih dalam posisi malam ke-7 Syawal, tetapi justru memberi kesempatan pada bintang-bintang bertaburan gemerlapan di mana-mana. Oh, subhanallah indahnya.
Panorama pedesaan yang asri dan pegunungan yang menawan di pagi atau sore hari, suasana meriah di area rekreasi, dunia hiburan dan area publik lainnya menambah gairah insani untuk meneruskan silaturahim, tadabbur alam, liburan dan atau menunaikan amanah kehidupan lainnya.
Bukti-bukti kenikmatan dan karunia Allah yang kita rasakan begitu banyak, lalu pantes saja kita diingatkan "nikmat mana lagi yang bisa kamu dustai?" Apalagi tentang bukti semua karunia Ilahi ini dapat mengingatkan kita pada Allah ta'ala. Juga mengingatkan kita pada firmanNya, pada kitab suci yang diturunkan Allah ta'ala ke atas manusia, pada Al-Qur'an yang mulia. Bahkan untuk ini, maka di antara karakteristik dan sifat Al-Qur'an adalah sebagai al-Bashair atau bukti-bukti.
Landasan normativitasnya adalah firman Allah yang artinya, Dan apabila kamu tidak membawa suatu ayat Al-Qur’an kepada mereka, mereka berkata: “Mengapa tidak kamu buat sendiri ayat itu?” Katakanlah: “Sesungguhnya aku hanya mengikut apa yang diwahyukan dari Tuhanku kepadaku. Al-Qur’an ini adalah bukti-bukti yang nyata dari Tuhanmu, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (Qs. Al-A’raf 203)
Pada umumnya, orang-orang cerdik pandai dan para bijak memperhatikan keaneragaman dan keteraturan alam semesta sehingga dapat menemukan Rabbnya. Keaneragaman yang ada di alam ini tentu tidak ada dengan sendirinya, tetapi pasti ada yang mengadakannya. Dan yang mengadakannya pastilah zat luar biasa, dan itulah Allah ta'ala. Begitu juga keteraturan di alam ini, pasti Allah ta’ala yang mengaturnya karena makhluk tidak akan nampu melakukannya. Dengan demikian, melalui keragaman semesta dan keteraturan alam merupakan bukti atau tanda atau ayat yang mengantarkan kita kepada keyakinan adanya Allah ta’ala.
Bila ayat yang dibentangkan atau yang lazim dikenal dengan ayat kauniah saja menjadi bukti adanya Allah, maka al-Qur’an sebagai ayat-ayat qauliah atau ayat-ayat yang difirmankan atau disabdakan oleh Allah sendiri kemudian akan menjadi bukti eksistensi Allah swt yang sangat jelas. Oleh karenanya al-Qur’an kemudian dipahami sebagai firman Allah atau sabda Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw melalui Malaikat Jibril, membacanya menjadi ibadah. Jadi Nabi Muhammad saw hanya menyampaikan kepada para sahabat, ayat al-Qur’an yang diterimanya.
Inilah al-Qur'an, bukti kasih sayang Ilahi yang telah menurunkan pedoman bagi manusia. Di dalamnya berisi panduan yang menuntun manusia meraih kesuksesan dan kebahagiaan hidup. Semoga kita cedas membacanya. Aamiin ya Mujibassailin
Tags:
Muhasabah Harian