Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 3 Syawal 1443
Membaca Al-Rahmah dan Menebar Kasih Sayang
Saudaraku, di samping silaturahim dan berbagi kemaafan, momen Idul Fitri juga dapat mengukuhkan ajaran kasih sayang. Betapa tidak! Dengan hati tulus, setiap orang divasilitasi dan mudah berbagi atas saudara lainnya. Bukan saja saling memaafkan sebagaimana lazimnya berhari raya, tetapi juga berbagi ilmu, pengalaman, pengamalan, cerita, perhatian sampai pada ranah kesejahteraan hidup dan penghidupan. Inilah indahnya berislam.
Tuntunan mengeluarkan zakat (baca zakat fitrah) sebagai manifestasi kepedulian atas sesamanya yang telah ditunaikan selama atau di penghujung Ramadhan tentu berefek dan meluas pada sebelas bulan berikutnya. Inilah kesalihan sosial yang senantiasa mengiringi kesalihan individual yang dalam brbagai riwayat seringkali bersandingan satu atas lainnya. Kesalihan sosial mewujud pada amal shalih dan kesalihan individual mewujud pada iman. Maka lafal iman sering kali diiringkan dengan amal shalih.
Allah berfirman yang artinya “Dan orang-orang yang beriman serta beramal shalih, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya. (QS Al-Baqarah 82).
Dalam sebuah hadis, Nabi saw bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka hendaklah ia berbuat baik kepada tetangganya. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka hendaklah ia memuliakan tamunya. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR Muslim).
Dengan demikian iman yang sudah terpatri di hati semestinya senantiasa merefleksi dalam tataran kehidupan praktis sehari-hari yang merahmati dan memberi kemanfaatan pada sesamanya. Apatah lagi, perolehan takwa sebagai hasil didikan Ramadhan juga harus mewujud secara nyata melalui amal shalih.
Gambaran praktis tentang realitas di atas akan tampak jelas pada momen hari raya Idul Fitri. Setiap orang berusaha berbagi kemaafan dan menebar kebaikan atas sesamanya. Anggota keluarga yang selama ini berpencar karena tuntutan kehidupan dan amanah yang diemban, juga mudik lebaran untuk bisa silaturahim bersama keluarga dan berbagi ke sesama saudara di kampung halaman.
Bayangkan uang atau omset kekayaan selama ini lebih cenderung berpusat dan berputar di kota-kota besar, maka momen mudik beridul fitri di kampung halaman menyediakan pengalaman yang berbeda bagi pemerataannya. Bukankah, semua ini merupakan percikan ajaran kasih sayang?
Idealnya, memang, tidak boleh ada saudara kita di manapun berada yang mengalami kesusahan atau bersedih hati di hari raya idul fitri, apatah lagi disebabkan lantaran faktor ekonomi yang sempit menghimpit. Inilah realitas yang di antaranya menjadi instrumen yang memvaslitasi orang-orang beriman untuk peduli.
Garisan tangan yang bedbeda dan nasib yang belum berpihak pada sebagian saudara memengaruhi hati orang-orang bertakwa untuk berbagi. Bukankah, semua ini bukti bahwa ajaran kasih sayang telah membumi. Apatah lagi kasih sayang merupakan ajaran yang sangat ditekankan oleh Islam dalam al-Qur'an. Bahkan di antara karakteristik, ciri dan sifat yang melekat pada al-Qur'an adalah al-Rahmah.
Ya al-Qur'an sendiri merupakan rahmah yang ditutunkan Allah ke atas manusia, ia mengajarkan kebenaran, keimsnan dan pentingnya kasih sayang. Allah berfirman yang artinya, Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Al-Qur'an) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman.(QS. QS. Yunus: 57),
Dengan demikian mensyukuri turunnya al-Qur’an sama dengan mensyukuri turunnya kasih sayang. Membacanya harus menyampaikan diri pada tataran mengamalkannya. Maka dengan didikan Ramadhan, semoga kita memiliki hati suci, mampu mewujudkan ajaran jasih sayang dalam kehidupan praktis. Aamiin ya Mujibasailin.
Tags:
Muhasabah Harian