Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 4 Syawal 1443
Membaca Al-Muthaharah, Merengkuh Kesucian
Saudaraku, pembacaan kreatif atas al-Qur'an akan menjadi energi positif yang pada gilirannya memengaruhi kesucian hati, ketinggian sikap, dan keagungan perilaku orang-orang beriman yang merengkuhnya. Mengapa? Ya, di antaranya al-Qur'an itu al-'Aliy, al-'Adhim dan al-Muthaharah. Allah berfirman yang artinya di dalam kitab-kitab yang dimuliakan, yang ditinggikan lagi disucikan, (QS. ‘Abasa 13-14).
Oleh karena itu meskipun bulan Ramadhan telah berlalu idealnya kita tetap intensif "membaca" al-Qur'an, atau bahkan melebihi. Jangan sampai keistiqamahan ibadah yang sudah terajut kuat selama bulan Ramadhan, teristimewa dalam "membaca" al-Qur'an menjadi porak poranda tergilas oleh seremonial perayaan idul fitri dan pernak pernik yang mengiringinya padahal sejatinya tidak prinsip.
Bahkan, saat merayakan idul fitri bila direnungi, maka sejatinya ia juga menjadi momen untuk mengingatkan kita pada makna kesucian seperti karakteristik al-Qur'an itu sendiri. Ya tentu suci ajarannya, suci isi kandungannya, suci hati orang-orang yang merengkuhnya. Inilah al-Qur'an, al-Muthaharah, kalam yang suci, disucikan dan mensucikan.
Ketika pembacaan atas al-Qur'an, al-Muthaharah itu lebih intensif, maka ibrah pengamalannya harus mengantarkan menjadi pribadi-pribadi yang suci lahir maupun batin, suci dari dosa vertikal maupun horisontal. Bukankah dengan ibadah ramadhan, segala dosa vertikal diampuni? Dan untuk menyempurnakan ketakberdosaan kita, maka melalui idul fitri dosa horisontal juga kita lebur di hari lebaran, sehingga semua kita meraih kemenangan dan merasakan kebahagiaan lantaran suci lahir dan batin.
Karena pembacaan kreatif al-Qur'an, al-Muthaharah terus dilakukan secara istiqamah, maka kesucian lahir dan batin; ketakberdosaan secara vertikal maupun horisontal dapat dipertahankan adanya sampai kapanpun jua.
Sungguh sayang kalau ada orang yang sudah bersih lahir batin dan dosa vertikal maupun horisontal telah diampuni, tetapi kini dilumuri kembali, dosa dan kesalahanpun kadang sengaja diulangi. Didikan Ramadhan seolah tak tersisa lagi, hilang tak berberkas ditelan glamornya lebaran.
Padahal jauh jauh hari kita sudah diwanti-wanti agar tidak merusak bentangan kain takwa yang sudah terajut kuat sehingga bercerai berai kembali. Allah berfirman yang artinya Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali... (Qs. Al-Nahl 92)
Malah tragisnya ada yang bergumam di hati, "toh bisa memohon ampun pada Ilahi pada ramadhan yang akan datang lagi", bisa silaturahim di hari raya tahun depan". Ini kan, over confident, namanya. Lho, memangnya siapa yang berani menjamin bahwa esok hari atau Ramadhan tahun berganti masih dalam jangkauan diri?
Oleh karenanya, langkah yang bijak adalah tetap menjaga kesucian lahir dan batin; tetap mempertahankan ketakberdosaan secara vertikal maupun horisontal. Oleh karenanya perlu mendawamkan membaca al-Qur'an, al-Muthaharah. Aamiin ya Mujibassailin
Tags:
Muhasabah Harian