Membaca Perolehan Puasa

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 7 Ramadhan 1443

Membaca Perolehan Puasa
Saudaraku, membaca tanda (baca ayat) yang Allah firmankan dan bentangkan tak akan mengenal kata final. Di sana selalu menyediakan hikmah yang mengundang curiosity atau keingintahuan hamba-hambaNya. Maka muhasabah hari ini juga akan membaca ulang tentang perolehan orang-orang beriman saat menunaikan ibadah puasa. 

Allah berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu  berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa (Qs. Al-Baqarah 183)

Secara general, bila kita mentadaburi ayat yang mewajibkan puasa Ramadhan di atas, maka perolehannya adalah takwa. Karena Ramadhan setiap tahun datang, maka tentu perolehan ketakwaan tahun ini mestinya berbeda kualitasnya dengan tahun-tahun sebelumnya. Ya, takwa itu merupakan kondisi psikologis yang mewujud pada akhlaq al-karimah, amal ibadah dan amal shalih dalam keseharian orang-orang beriman. 

Adapun secara praktis, perolehan berpuasa juga disebut dalam hadits Nabi Muhammad saw.  Di antaranya Nabi bersabda,
لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ : فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ

Artinya, “Orang yang berpuasa akan meraih dua kegembiraan, kegembiaran ketika berbuka puasa/ berhari raya, dan kegembiraan ketika bertemu Rabbnya,” (HR Muslim).

Merujuk pada hadits di atas, maka perolehan berpuasa Ramadhan adalah kegembiraan atau kepuasan atau kebahagiaan.  Pertama, kegembiraan saat berbuka di saat magrib tiba. Hal ini dirasakan oleh semua kita yang menjalani puasa dengan disiplin. Dan kegembiraannya dirasakan pada setiap hari secara terus menerus sampai tibanya Hari Berbuka Lagi di Hari Raya 'Idul Fitri. Nah ini kebahagiaan yang diperoleh secara langsung oleh orang-orang yang berpuasa saat masih hidup di dunia. Dan kegembiraan, kepuasan dan kebahagiaan bagi orang-orang yang berouasa akan ditetima dan disempurnakan saat di akhirat, yakni ketika bertemu dengan Allah di surgaNya nanti.

Bioa kita analisis secara psikologis, sejatinya kegembiraan, kepuasan, dan kebahagiaan yang dirasskan oleh setiap hambaNya cenderung ranahnya hati sebagai karunia pemberian Allah yang maha membolak-balikkan hati hambaNya. Di sinilah pentingnya kita senantiasa berikhtiar seraya memohon pada Allah agar hati kita selalu dianugrahi kelapangan, kegembiraan, kepuasan, rasa bahagia, ridha, sumeleh padaNya.

Meminjam analisis sufistik bahwa kegembiraan, kepuasan, keridhaan dan kebahagiaan sebagai "hal atau ahwal", kondisi psikologis karunia Ilahi. Hal atau ahwal berupa kegembiraan, kepuasan, ridha dan kebahagiaan ini dianugrahkan oleh Allah kepada sesiapa saja yang mengusahakannya. Dalam bahasa tasawuf usaha menjemput hal atau ahwal kegembiraan, kepuasan, ridha dan kebahagiaan ini dikenal dengan maqam atau maqamat. Ya maqam atau maqamat ini merupakan stasiun ketaatan demi stasiun ketaatan yang harus ditempuh, diikhtiari dan disinggahi secara istikamah  sampai Allah menurunkan hal ahwal karuniaNya.

Bukan hanta puasa, dalam Islam, semua ibadah dan atau ketaatan kepada Allah dan RasulNya sejatinya merupakan instrumen sebagai maqam atau maqamat yang sangat potensial untuk menjemput  kegembiraan, kepuasan, ridha dan kebahagiaan yang disediakan oleh Allah. Tentu, saat menempuh, mengusahakan dan menyinggahi maqsm - maqamat ini harus dilakukan dengan serius melibatkan totalitas kedirian hamba. Mengapa? Karena semua ini akan memengaruhi tingkat kegembiraan, kualitas kepuasan, keridhaan dan derajat kebahagiaan yang dirasa. Semoga kita semua dapat menempuh, mengusahakan dan menyinggahi maqam atau maqamat syariat dengan baik dan disiplin sehingga derajat kebahagiaan yang kita rasakan juga sempurna. Aamiin

2 Komentar

  1. Alhamdulillah terimakasih, mendapat pencerahan lagi hari ini.

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah terimakasih ustadz, atas pencerahannya dan ulang kaji ilmu, semoga berkah.

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama