Membaca, Ketika Menjadi Tatanan

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 3 Ramadhan 1443

Membaca Ketika Menjadi Tatanan
Saudaraku, di samping sebagai tuntutan dan tuntunan, membaca bisa menjelma menjadi tatanan. Nah, pada tataran ini, iqra' atau membaca  menjadi pilar peradaban. Hal ini mewujud dalam kehidupan sehari-hari ketika membaca telah melembaga dalam masyarakat. Membaca tidak dianggap sebagai keterpaksaan dan kewajiban, telah sudah menjrlma mrenjadi kebutuhan setiap orang, bahkan sebagai kelezatan.

Allah berfirman yang artinya Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia, Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. (Qs. Al-Alaq 1-5)

Seruan membaca sebagaimana normativitas yang terjemahnya tertera di atas telah menyokong agenda deklarasi peradaban Islam yang gemilang, di antaranya ditopang melalui ragam agenda. Pertama, pemberantasan buta huruf. Betapa Islam menginginkan kebaikan dan kejayaan bagi umatnya, maka gerakan pemberantasan buta huruf terus digalakkan oleh Nabi Muhammad saw, para sahabat, dan para pengikut setianya.

Sebagaimana diketahui masyarakat Arab memang sangat terkenal dengan budaya tutur dan hafalannya, meskipun budaya tulis baca puisi di masa jahiliyah sekalipun sering disayembarakan di Kota Makkah, sehingga nominasi dan pemenang puisinya kemudian digantungkan di diding Ka'bah. Islam meneruskan tradisi hafalan dengan mengiringinya dengan budaya literasi, budaya tulis baca dan menyampaikannya pada sesama. Berbagai cara dilakukan termasuk pembebasan tawanan perang dengan syarat ianya mampu mengajarkan kemampuan tulis baca kepada umat Islam. Dari sinilah kemudian nantinya budaya literasi menorehkan hasilnya yang sangat gemilang sejak abad ke-2 hijriyah dimana berbagai disiplin ilmu baik ulumu naqliyah maupun ulumu 'aqliyah berkembang sangat pesat.

Hingga kini budaya literasi dan mengabdi pada Ilahi menjadi kunci peradaban yang adi luhung. Tidak menguasai literasi berarti buta huruf, bahkan untuk masa kini termasuk tidak bisa IT. Dan tidak menyembah Ilahi berarti jahiliah.

Kedua, Islam membebaskan manusia dari kemusyrikan. Budaya menyembah para dewa, atau berhala agaknya menjadi deskrepansi dalam berakidah pada lazimnya karena masa fatrah (kekosongan nubuwah) yang relatif lama. Oleh karenanya, tidak aneh bila di masa jahiliyah kemusyrikan juga mendarah daging bagi warga jazirah Arabia dan sekitarnya. Islam kemudian datang menyeru untuk kembali ke ajaran Nabi Ibrahim, yang mengesakan tuhan, yaitu Allah semata yang pantas disembah, diikuti, dan dicintai. Selain Allah adalah makhluk yang tak layak disembah. Termasuk di sini tuhan tahta, tuhan harta, tuhan manusia, tuhan akal dan hawa nafsunya sendiri.

Ketiga, membaca dalam Islam membebaskan manusia dari praktik perekonomian yang eksploitatif ribawi dengan memperkenalkan pranata muamalah termasuk jual beli yang saling ridha dan menguntungkan satu dengan lainnya.

Keempat, membaca dalam Islam membebaskan manusia dari perilaku amoral dan tidak etis seperti perbudakan, perang antar suku, perang antar geng, perang antar gang, balas dendam antar kabilah, mabuk-mabukan pesta narkoba, mengundi nasib dan lain sebagainya.

Rasanya dengan gerakan pembebasan di atas benar-benar melahirkan tatanan masyarakat yang berkeadaban adi luhung. Budaya tulis baca atau budaya literasi telah mengantarkannya pada kemuliaan dan kejayaan hidup. Dan di masa klasik, peradaban Islam benar-benar ditopang dengan iman yang kukuh, ilmu yang maju dan amal shalih yang dipraktikkan dalam kesehariannya.

Iman, ilmu dan amal bisa bersinergi dalam tatanan kehidupan umat Islam disuport oleh budaya literasi yang kuat, dan budaya tulis baca yang tinggi. Pada masa klasik kemajuan ilmu dalam ragam disiplin berkembang sangat pesat, baik ilmu naqliyah yang diperoleh secars langsung dari tadabbur terhadap wahyu maupun ilmu naqliyah yang diperoleh dari tafakkur alam. Makanya perkembangan pesat bukan saja ilmu al-Qur'an, tafsir, hadits, fikih, ushul fiqh, ilmu kalam, akhlak tasawuf, tetapi juga filsafat, kedokteran, ilmu bumi, ilmu langit ilmu falak astromi, astrologi, klimatologi, ilmu hayat/biologi, fisika, kimia, iqtishadiyah perekonomian, pertahanan dan keamanan, pertanian, kelautan, sastra kesenian, kaligrafi dan arsitektur ...dst

Meski surut di era berikutnya, namun literasi terutama budaya tulis baca masih tetap menjadi tatanan yang didamba-damba oleh seluruh umat Islam. Kini budaya literasi yang ditandai dengan tingginya minat baca dan riset masih didominasi oleh bangsa-bangsa maju seperti Filandia, Belanda, Swedia, Australia dan Jepang dan negara-negara Islam dalam proses menyadarinya.

Minat baca bangsa Indonesia sendiri juga masih di peringkat 60 dunia. Konon dari 1000 orang baru terdapat seorang saja yang memiliki budaya baca yang tinggi. Ya baru sebatas inilah peradaban kita. Semoga dengan spirit iqra' kita dapat berbenah ke arah yang lebih maslahah. Aamiin

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama