Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 10 Ramadhan 1443
Membaca Ayat Fidyah
Saudaraku, betapa indahnya Islam! Rasakanlah tuntunannya yang begitu merahmati. Di antaranya terbukti saat ibadah mahdhah khususnya puasa Ramadhan tidak bisa ditunaikan lantaran ketidakmampuan melaksanakannya lagi karena alasan syar'i, kita justru dituntun berbagi.
Dalam hal ini, Allah berfirman yang artinya, (Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.(Qs. Al-Baqarah 184)
Ya inilah ajaran fidyah, berbagi lantaran tak sanggup berpuasa lagi secara syar'i. Dengan ajaran fidyah menjadi dispensasi sekaligus solusi bagi orang-orang sudah renta atau siapapun yang secara fisik memang tidak memungkinkan berpuasa Ramadhan lagi, apalagi untuk menggantinya di hari lain.
Berikut tabel siapa saja yang diizinkan menjumput dispensasi fidyah dengan berbagi, di samping juga tabel mukalaf yang harus mengganti (qadha) puasanya.
Nah, bila dalam suatu komunitas stau desa terdapat 10 orang yang termasuk kategori yang boleh membayar fidyah seperti digambarkan di atas, maka akan ada 10 orang fakir atau miskin yang sudah terjamin kebutuhan makannya setidaknya untuk sehari.
Secara tersurat memang fidyah itu memberi makan kepada seorang miskin, tetapi bila ribet menyediakan 3 paket makan untuk sehari (meski lebih baik dengan makanan siap saji), maka ditunaikan dengan menghargakannya dengan sejumlah uang sepertinya lebih luwes.
Bila untuk konsumsi sekali makan di Banda Aceh memerlukan dana Rp 20.000, misalnya, maka dalam sehari bila 3 kali makan, berati fidyahnya Rp 60.000. Bila fidyahnya dirapel sebulan Ramadhan, 30 hari maka hasilnya menjadi Rp. 1.800.000. Rasanya di hari raya idul fitri tidak ada lagi orang yang bersedih lantaran tidak ada makanan kebutuhannya. Ini baru dari seorang saja, bila terdapat 10 orang maka sudah tetkumpul Rp. 18.000.000 dan seterusnya. Begitu kayanya umat Islam.
Dalam praktiknya, sepertinya fidyah belum dikelola seperti zakat, maka cenderung lebih personal masing-masing pribadi dan keluarga. Masing-masing orang dituntun menyadari dan menaatinya. Atau misalnya, lontuan sebagai kepala keluarga akan memperhatikan orangtua kita yang sudah renta atau siapa yang tak sanggup berpuasa lagi ketika tidak mampu mengqadha, akan membayarkan fidyahnya kepada yang berhak orang-orang terdekat. Dan ini bisa diperhitungkan sendiri dan dibayarkan fidyahnya kapan memiliki kelonggaran selama bulan Ramadhan tersebut atau setelahnya.
Di atas segalanya, dengan ajaran fidyah yang terkesan konsumtif, sejatinya Islam ingin menekankan betapa pentingnya berbagi; betapa taqarrub ilallah atau mendekatkan diri pada Allah dengan mendekati sesamanya; betapa pentingnya menjamin kebutuhan keseharian terutama makan sipapa; betapa pentingnya memelihara relasi horisontal di samping vertikal. Semoga kedua arah hubungan ini berlangsung harmonis. Aamiin
Tags:
Muhasabah Harian