Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 30 Ramadhan 1443
Membaca al-Busyra dan Sambut Gembira
Saudaraku, dengan mengintensifkan shiyamu wa qiyamu ramadhan kini di hari ujung bulan mulia ini, tanda-tanda kemenangan sudah sangat jelas, mulai menyelinap di hati, dan menyembul pada sikap sehari-hari orang-orang beriman. Bukankah ini realitas yang menggembirakan?
Lihatlah wajah-wajah sumringah dan ikhlas, meski harus menempuh risiko perjalanan panjang saat mudik ke kampung halaman dan atau saat mempersiapkan segala sesuatunya dalam menyambut syukuran hari raya idul fitri esok hari yang rada menyita, namun tetap istiqamah dalam bingkai ibadah.
Iya, selama Ramadhan, kaum muslimin dan muslimat begitu larut dalam ketaatan ke haribaan Allah ta'ala. Dan di antara ketaatan yang sangat relevan - sekaligus kita juga diingatkan tentang pentingnya - adalah membaca Al-Qur'an dan altar semesta yang dibentangkanNya. Ya membaca, bukan saja karena menjadi identitas manusia sehingga dijuluki sebagai "makhluk membaca" atau insan literasi, tetapi juga karena membaca merupakan titah pertama yang diterima oleh Nabi pada bulan Ramadhan 610 masehi sekaligus menandai awal risalah kenabiannya. Inilah makanya membaca itu menjadi tuntutan sebagaimana telah diingatkan dalam muhasabah ke-1 bulan Ramadhan ini. Bahkan membaca menjadi tuntunan (muhasabah ke-2) dan sudah menjadi tatanan kehidupan yang berkeadaban (muhasabah ke-3).
Oleh karenanya, agar hidup kita tidak salah arah, maka diperlukan kemampuan membaca tanda (muhasabah ke-4) yang dengannya akan memandu kita jalan yang benar menuju kepada tujuan hidup bahagia. Dan sebagai pondasinya, dihajatkannya membaca dan merengkuh iman dengan kukuh (muhasabah ke-5). Karena hanya dilandasi dengan iman, segala ritual peribadatan menjadi ringan dikerjakan.
Tentu, termasuk kewajiban puasa Ramadhan (muhasabah ke-6). Dengan iman, kita juga meyakini betapa mulianya perolehan puasa (muhasabah ke-7). Oleh karenanya kaifiyat puasa mesti dikerjakan sesuai tuntunan agama (muhasabah ke-8). Termasuk dalam mengambil rukhsah (muhasabah ke-9), dan fidyah (muhasabah ke-10) bagi sebagian keluarga kita. Di samping itu, tentu, tetap mesti ekstra hati-hati terhadap godaan puasa (muhasabah ke-11), baik yang membatalkannya maupun mengurangi pahalanya.
Mengapa titah ibadah Ramadhan sedemikian penting kita jaga? Ya, di antaranya karena dengan shiyamu wa qiyamu ramadhan beserta seluruh pemberdayaannya, kita dijanjikan dapat memperbaiki masa lalu yakni pengampunan dosa yang tersisa (muhasabah ke-12), dapat eksis di masa kini untuk menebar kebaikan (muhasabah ke-13). Dan bahkan memperoleh keberkahan yang memungkinkan dapat menjangkau masa depan (muhasabah ke-14). Inilah prinsip kseimbangan dalam Islam (muhasabah ke-15). Masa kini sebagai poros yang aktivitas dan kebermaknaannya menyeimbangkan antara masa lalu dan masa depan. Masa lalu diberkati dan segala dosa diampuni, masa kini menapaki kemuliaan bahkan melebihi seribu bulan, dan masa depan meraih kegembiraan demi kegembiraan sampai sesempurna di pelukan Ilahi.
Dengan mencermati intensitas ibadah, tidak berlebihan bila kita menyebutnya sebagai "instrumen ilaihiyah", semacam uzlah di mana kita berusaha napak tilas dan mengambil ibrahbya uzlah Nabi (muhasabah ke-16). Dalam prosesinya di samping shiyamu wa qiyamu ramadhan, tilawah Qur'an menjadi amalan andalan. Karena ia bacaan mulia (muhasabah ke-17), pedoman hidup (muhasabah ke-18), membawa berita besar dan benar (muhasabah ke-19), menjadi pelita kehidupan (muhasabah ke-20), merupakan kabar terbaik (muhasabah ke-21) dan nasihat yang sejuk menyejukkan (muhasabah ke-22).
Di samping itu, al-Qur'an sebagai al-Habl juga menghubungkan hamba-hambaNya dengan Allah ta'ala, menghubungkan tali antar sesama manusia (muhasabah ke-23). Makanya akan menjadi jelas mana yang hak dan mana yang bathal (muhasabah ke-24). Bahkan sebagai penawar dari sakit utamanya mental spiritual (muhasabah ke-25), mengandung hikmah (muhasabah ke-26), sarat dengan keberkatan (muhasabah ke-27), menghidupkan (muhasabah ke-28), menakkjubkan (muhasabah ke-29) dan membawa berita gembira seperti diingatkan dalam muhasabah ke-30 hari ini.
Dalam konteks gembira menggembirakan, Allah berfirman yang artinya Katakanlah (Muhammad), “Barangsiapa menjadi musuh Jibril, maka (ketahuilah) bahwa dialah yang telah menurunkan (Al-Qur'an) ke dalam hatimu dengan izin Allah, membenarkan apa (kitab-kitab) yang terdahulu, dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang beriman (Qs. Al-Baqarah 97)
Okeh karena itu, setelah hari ini menggenapkan bilangan puasa Ramadhan, maka di antara kegembiraan yang kita nikmati adalah berhari raya idul fitri, berbuka lagi sembari mengagungkan asma Allah ta'ala.
Allah berfirman yang artinya Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur. (Qs. Al-Baqarah 185)
Tentu, suasana gembira dan dapat menggembirakan ini terus kita syukuri agar memperoleh keberkahan yang disediakan oleh Ilahi Rabby. Aamiin ya Mujibassailin
Tags:
Muhasabah Harian