Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 3 Syakban 1443
Keberkahan Gladi Ilmu
Saudaraku, rasanya kesiapan ilmu tentang puasa - apalagi ditambah ibadah mahdhah lainnya juga tentang Islam - tak akan pernah mengenal kata selesai, makanya sebanyak apapun buku yang dibaca justru menunjukkan kefaqiran diri kita.
Bagaimana mungkin bisa puas apalagi tuntas berselancar di samudra yang teramat luas membentang. Padahal dalil atau ayat yang mewajibkannya sama, bahkan juga Al-Qur'an dan al-haditsnya. Dalil Qur'an dan hadits memang tidak bertambah, karena sejak sempurnanya era kenabian Rasulullah Nabi Muhammad saw hingga kini bahkan hari kiamat kelak Al-Qur'annya ya tetap sama dan al-hadits pun sama. Tak ada versi baru, kecuali cetakannya.
Akan tetapi seluruh umur yang tersedia bahkan dari seluruh manusia yang pernah ada di jagad raya ini tak habis-habisnya membaca dan mereguk manis bersamanya. Ya hidup bersama Qur'an dan sunnah nabiNya bagai di samudra kebahagian tanpa tepian. Apatah lagi, loentuan - mungkin juga tuan puan merasa hal yang sama - yang sekedar hanya "latihan" membacanya saja dan atau coba-coba belajar menulis hikmahnya saja. Bahkan mungkin kita hanya "pura-pura" membacanya, belum benar-benar membaca yang sesungguhnya.
Allah berfirman yang artinya, Katakanlah (Muhammad), “Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, maka pasti habislah lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).” (Qs. Al-Kahfi 109)
Coba! Apa bisa dibayangkan ilmu tentang Islam saja ya - belum ilmunya Allah srperti disebut dalam ayat - tintanya saja seluas dan sedalam lautan yang ada, bahkan meski didatangkan lautan yang serupa, niscaya tak kan pernah mencukupinya. Padahal luasnya lautan itu saja sudah menyita 2/3 dari permukaan bumi. Yang 1/3 nya baru daratan tempat kita berdiam dan tempat pohon-pohon tumbuh yang semua rantingnya bisa menjadi pena dan selebihnya menjadi media atau kertas untuk menampungi tulisannya.
Tetapi loentuan rasa justru di sinilah keberkahannya; kefaqiran diri justru meningkatkan curiocity keingintahuan dengan tuntunan harus selalu membaca, membaca dan membaca sembari menulis semampunya. Tentu, di samping menambah kedekatan kita pada Allah ta'ala. Seperti diingatkan dalam Al-Qur'an bahwa orang-orang yang berilmu memiliki rasa takut kepada Allah dengan terus taqarrub mendekat kepadaNya. "Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para Ulama, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun" (QS Fathir 28)
Dengan terus membaca dan menulis tentang tema puasa saja sudah melahirkan berapa ulama, berapa pakar, berapa artikel, berapa buku, berapa skripsi, berapa tesis, berapa disertasi? Jawabannya pasti semuanya tak kan terkira ya ulamanya, atau pakarnya, atau artikelnya atau bukunya, atau skripsi dengan sarjananya, atau tesis dengan magisternya, atau disertasi dengan doktor penulisnya. Makanya di antara ibrahnya ada seseorang yang digelari pakar puasa, master puasa, "doktor puasa", yakni doktor karena disertasinya tentang puasa. (Doktor bidang lain bisa diteruskan sendiri, misalnya "Doktor Zakat", "Doktor Haji", "Doktor Mawaris" "Doktor Evaluasi", "Doktor Malaikat (doktor yang disertasinya membahas tentang malaikat).. dst".
Key word yang mau disampaikan di sini adalah ilmu-unlimited, manusia- limited, usianya limited. Meskipun kita makhluk yang serba memiliki keterbatasan tetapi juga dianugrahi coruocity yang juga unlimited. Oleh karenanya gladi kesiapan ilmu tentang suatu amalan juga niscaya, sehingga amaliah apapun yang kita kerjakan didasari oleh ilmu yang relatif "memadahi" tentangnya. Aamiin ya Rabb
Tags:
Muhasabah Harian