Keberkahan Gladi Amanah

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 22  Syakban 1443

Keberkahan Gladi Amanah
Saudaraku, alarm kehidupan lainnya yang selalu mengingatkan kita akan kemuliaan hidup, apalagi jelang Ramadhan ini adalah amanah. Ini sangat mendasar, karena AMANAH itu menjadi identitas utama orang yang memiliki IMAN, sehingga mendatangkan rasa AMAN. Dan tentu lalu di AAMIIN kan.

Secara bebas, amanah itu merujuk pada kondisi psikologis yang menyembul pada ketaatan dalam merengkuh tugas, kewajiban dan tanggunghawabnya, baik dalam kapasitasnya hamba terhadap Rabbnya maupun terhadap sesama makhlukNya. 

Dalam realitas sehari-hari, orang-orang yang amanah dikenal sebagai orang-orang yang terpercaya, dan dapat diandalkan; semua orang tidak ragu untuk berinteraksi, berkomunikasi,  menjalin relasi dan berkolaborasi bersamanya. Dalan sejarah kemanusiaan, satu-satunya orang yang bergelar atau digelari orang yang ananah sebagai Al-Amin adalah Muhammad Al-Amin putra Abdullah - Siti Aminah. Bahkan gelar itu disandang sejak belia dan ditabalkan oleh masyarakat sekitar lima tahun sebelum masa kenabiannya. 

Para sahabat, generasi tabiin, tabiut tabiin, ulama sejak era mutaqaddimin hingga mutaakhirin dan orang-orang beriman hingga akhir zaman terus berusaha meleladani baginda Nabi, tetapi tak seorangpun yang digelari Al-Amin lagi.

Meskipun hanya percikannya saja, tapi keberadaan orang-orang yang amanah sudah mendatangkan kemaslahatan yang luar biasa. Seandainya sebagai seorang anak, maka keberadaan orang-orang yang amanah akan selalu menjadi qurrata akyun, penyejuk kalbu, mentaati dan takdhim kepada orangtuanya dalam rangka menggapai ridha Allah ta'ala.

Ketika sudah menjadi seorang suami atau istri, maka dalam mengarungi samudra kehidupan orang-orang yang amanah akan terus istikamah saling asih asah asuh dengan jodohnya agar bahtera keluarga dapat berlayar secara seimbang melaju menuju pelabuhan kebahagiaan, baik di dunia maupun akhiratnya.

Orang-orang yang amanah itu, bila sudah dikarunia anak, maka bersama istri/suaminya akan terus membesarkan dan mendidik putra putrinya dengan penuh tanggungjawab, sehingga anak-anaknya tampil menjadi generasi Qur'ani yang shalih shalihah mendatangkan kemaslahatan bagi kehidupan. 

Makanya sebagai orangtua yang amanah, hanya akan membawa pulang ke rumah rezeki atau nafkah yang halal dan baik saja, tidak ada yang subhat apalagi haram.  Inilah kemudian yang dibelanjakan pada keluarga, sehingga tidak ada anasir yang buruk masuk dalam pertumbuhan fisik dan perkembangan jiwa seluruh keluarganya. Di samping itu, hanya aktivitas bermakna saja yang ada dalam lingkungan keluarga sehingga kondusif bagi edukasi jiwa bagi sivitas keluarganya.

Seandainya dalam sosiokukturalnya orang-orang yang amanah itu kemudian dipercaya mengemban tahta (misalnya sebagai ketua rukun tetangga hingga ketua MPR/DPR, atau kepala desa hingga kepala negara, pimpinan organisasi kecil hingga yang raksasa, pimpinan sekolah madrasah, dayah sampai di perguruan tinggi dan amanah apupun lainnya), maka keoercayaan atau amanah ini akan dilandasi dengan niat ibadah, ditunaikan dengan cerdas, tuntas, dan ikhlas sehingga dapat mengantarkan dirinya dan seluruh staf/bawahan atau rakyatnya merasakan "surga",  kesehahteraan dan kebahagiaan hidup dunia dan akhiratnya.

Di atas segalanya, karena sebagai seorang hamba Allah, maka semua aktivitas hidup orang-orang yang amanah itu bahkan juga matinya suatu saat kelak, shalat dan seluruh peribadatannya, pengurbanannya lillahi Rabb al-'alamin, semata-mata hanya untuk (menggapai ridha) Allah ta'ala. Aamiin ya Mujibassailin.

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama