Keberkahan Shalat Jenazah

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 28 Rajab 1443

Keberkahan Shalat Jenazah
Saudaraku, tema muhasabah hari ini rada "menakutkan" bagi sebagian orang, karena judulnya tentang shalat jenazah. Shalat yang dikerjakan dengan menempatkan jenazah di depan shaf shalat, bahkan di depan imam. Maka tidak akan pernah dilakukan shalat jenazah bila tidak ada yang meninggal. Tetapi karena meninggal itu di antara sunatullah yang berlaku atas manusia, maka saban hari shalat jenazah tetap digelar karena ada saja yang meninggal dunia, termasuk orang-orang terdekat dengan kita; orangtua kita atau para guru yang mulia.

Shalat jenazah adalah shalat yang dilakukan untuk mendoakan seseorang penganut Islam yang telah meninggal dunia; baik laki-laki maupun perempuan; orang dewasa maupun anak-anak. Bahkan saking pentingnya, shalat jenazah ini hukumnya wajib kifayah, yakni kewajiban yang pelaksanaannya dapat tercukupi manakala telah ditunaikan oleh sebagian kaum muslimin. Namun jika tidak ada yang melaksanakannya maka seluruh kaum muslimin berdosa karenanya. Inilah shalat yang kaifiyatnya dikerjakan dengan takbir empat kali tanpa rukuk dan sujud.

Adapun landasan teologis normatifnya adalah riwayat Dari Salamah bin al-Akwa’ r.a., ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah didatangkan seorang jenazah, agar beliau menshalatinya. Lantas beliau bertanya, ‘Apakah orang ini punya hutang . Mereka menjawab: “Tidak” , maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menshalatkan jenazah tersebut.  Kemudian didatangkan jenazah yang lain. Beliau bertanya: “ Apakah dia punya hutang. Mereka menjawab: “ Ya”. Beliau berkata , ‘Shalatkanlah sahabat kalian.’ Abu Qatadah berkata:” Saya yang menanggung hutangnya wahai Rasulullah.”. Lalu beliau menshalatkan jenazah tersebut. (HR. Bukhari).

Jadi menurut riwayat di atas, Nabi hanya menshalatkan jenazah yang tidak ada sangkut paut dengan hutang atau ada yang menanggung akan melunasi hutangnya. Ini saya pikir pelajaran yang sangat penting. Jangan sekali-kali meremehkan hutang, bisa-bisa saat meninggal tak ada yang mau menshalatkan.

Dari Abi Umamah bin Sahl bahwa seorang shahabat Nabi saw mengabarkannya bahwa aturan sunnah dalam shalat jenazah itu adalah imam bertakbir kemudian membaca Al-Fatihah sesudah takbir yang pertama secara sirr di dalam hatinya. Kemudian bershalawat kepada Nabi SAW, menyampaikan doa khusus kepada jenazah dan kemudian membaca salam. (HR. Al-Baihaqi).

Adapun kaifiyatnya secara lengkap adalah Pertama, dilakukan dengan berdiri - bila mampu - tanpa ruku’, tanpa sujud dan tanpa duduk;  namun  cukup dengan  bertakbir sebanyak empat kali, termasuk takbiratul ihram. Hal ini didasarkan pada hadits: Dari Abu Hurairah ra berkata,: Nabi saw mengumumkan kematian Al-Najasyi, kemudian Beliau maju dan membuat barisan shaf di belakangnya, Beliau lalu takbir empat kali . (HR Bukhari)

Kedua, takbir empat kali termasuk takbiratul ihram. Setiap takbir dilakukan dengan mengangkat tangan; berdasarkan riwayat yang disandarkan kepada Ibnu Umar: dari Nafi’ dari Ibnu Umar bahwasanya beliau mengangkat kedua tangannya dalam setiap takbir pada shalat jenazah. (HR Baihaqi)

Takbir Pertama, lalu membaca surah Al-Fatihah
اَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ. إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ. اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ. صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ.

Takbir kedua, lalu membaca shalawat Nabi.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِ مُحَمَّدٍ, كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى اِبْرَاهِيمَ وَ اَلِ اِبْرَاهِيمَ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ اَلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى اِبْرَاهِيمَ وَ اَلِ اِبْرَاهِيمَ. اِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Takbir ketiga lalu membaca doa untuk jenazah pada 
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ وَاغْسِلْهُ بِمَاءٍ وَثَلْجٍ وَنَقِّهِ مِن الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِن الدَّنَسِ وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ وَقِهِ فِتْنَةَ الْقَبْرِ وَعَذَابَهُ.
Takbir keempat lalu mendoakan jenazah
اللَّهُمَّ لاَ تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ وَلاَ تُضِلَّـنَا بَعْدَهُ.
Diakhiri dengan mengucapkan salam sempurna seraya menoleh ke kanan dan ke kiri
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Adapun keberkahan shalat jenazah, diterangkan di dalam beberapa hadits berikut: Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah saw  bersabda, “Barangsiapa yang menyaksikan jenazah sampai ia menshalatkannya, maka baginya satu qirath. Lalu barangsiapa yang menyaksikan jenazah hingga dimakamkan, maka baginya dua qirath.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud dua qirath?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjawab, “Dua qirath itu semisal dua gunung yang besar.” (HR. Bukhari  dan Muslim ).
Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa shalat jenazah dan tidak ikut mengiringi jenazahnya, maka baginya (pahala) satu qirath. Jika ia sampai mengikuti jenazahnya, maka baginya (pahala) dua qirath.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud dua qirath?” “Ukuran paling kecil dari dua qirath adalah semisal gunung Uhud”, jawab beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Muslim ).

Di samping itu, mau dan mampu menshalatkan jenazah sesamanya merupakan doa dan penghormatan terakhir yang dapat dilakukan secara manusiawi kepada sesamanya. Berarti kita masih dianugrahi hidup dan kesempatan untuk mempersiapkan diri menghadapi kematian. Allahu a'lam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama