Sri Suyanta Harsa
Muhasabah Harian Ke-3681 Serial Hijrah
Rabu, 20 Muharam 1447
Bahagianya Seorang Ayah
Saudaraku, betapa hati ini dipenuhi rasa syukur, dalam keluarga ketika seorang laki-laki tidak hanya menjalankan peran sebagai seorang suami, tetapi mampu sebagai ayah yang menyahuti GATI “Gerakan Ayah Teladan Indonesia.”
Turut GATI bukan soal gelar atau penghargaan, melainkan tentang amanah, kesanggupan dan kesungguhan menjadi seorang ayah yang bisa diteladani terutama bagi anak-anak tercinta, baik keteladanan dalam penampilan, tutur kata, maupun akhlak mulianya. Apalagj, ketika kita hidup di zaman seperti sekarang ini dimana peran ayah sering kali dipertanyakan atau sudah memudar ditelan kesibukan, diseret dilipat oleh tuntutan kerja, bahkan tersingkir dari ruang domestik pendidikan keluarga. Padahal, kehadiran ayah dalam kehidupan keluarga, dalam pendidikan dan pembentukan karakter anggota keluarga bukanlah pelengkap semata, melainkan pemain utama peletak pondasi yang kokoh.
Menjadi ayah teladan berarti kehadirannya bukan hanya secara fisik semata, tetapi juga harus hadir hatinya dengan sikap kebijaksanaannya, kelembutan budinya, dan keteladanannya yang nyata. Bukan hanya menjadi pencari nafkah yang halalan thayyiban, tetapi penunjuk arah ke jalan yang maslahah. Bukan hanya pelindung rumah tangga, tetapi juga penuntun pada akhlak mulia. Bukan hanya mengantar anak ke sekolah semata, tetapi mengantarkannya ke masa depan yang bertakwa.
Seperti di awal tahun ajaran baru ini, banyak di antara kita sebagai ayah yang mengantarkan anak-anak ke sekolah. Hal ini mungkin hanya dianggap sepintas peristiwa biasa, namun di dalamnya terpendam makna mendalam: tentang keterlibatan, tanggung jawab, dan cinta yang tak banyak bicara tapi nyata. Betapa anak-anak membutuhkan figur ayah:yang tegas tapi hangat, yang sibuk tapi peduli, yang menjadi sufi teladan, bukan sekadar pelindung. Oleh karenanya bagi yang belum mengemban amanah sebagai ayah, maka kini saatnya hijrah agar lebih maslahah.
Sebagaimana para nabi dan rasul menjadi ayah dan guru, seperti Nabi Ya’qub kepada Yusuf, seperti Nabi Ibrahim kepada Ismail, seperti Nabi Muhammad ï·º kepada Fatimah dan umatnya semua itu mengajarkan bahwa peran ayah - tentu juga ibu - adalah pilar utama pendidikan keluarga, Al-madrasat al-ula bagi anak-anak kita. Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”(QS. At-Tahrim: 6) Dan sabda Nabi ï·º: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang ayah adalah pemimpin dalam keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Inilah alasannya mengapa di antara bahagia itu hadir ketika menyadari bahwa kita bukan hanya harus membesarkan anak, tetapi mendidiknya agar tetap menjadi manusia, yang kelak menjadi pribadi yang kuat secara akidah, halus dalam akhlak, tangguh dalam amal.
Dan setiap kita dengan segala keterbatasan yang ada, namun diberi kesempatan oleh Allah untuk menjadi teladan pertama dan utama bagi anak-anak kita. Maka, sudah semestinya kita luruskan niat, bukatkan tekad dan kuatkan langkah, untuk menjadi ayah yang hadir, mengayomi, mengasuh, membimbing, mendidik dan menginspirasi. Bukan demi pujian, tetapi demi cinta dan amanah dari Allah yang harus kita pertanggungjawabkan. Karena bahagia yang sejati adalah ketika kita melihat anak-anak kita berjalan lurus dalam iman, dan kita menyadari bahwa kita pernah menjadi bagian penting dalam jejak langkah mereka menuju kebaikan. Aamiin
Tags:
Muhasabah Harian Ke-3681