Sri Suyanta Harsa
Muhasabah Harian Ke-3678 Serial Hijrah
Ahad, 17 Muharam 1447
Bahagia Lantaran Bisa Saling Mengingatkan
Saudaraku, kita mengarungi hidup yang tidak pernah statis. Ia berjalan dalam putaran waktu yang amat dinamis. Bagai roda pedati kadang berada di atas, kadang pula di bawah. Kadang kita menasihati, kadang kita yang butuh nasihat. Kadang kita mengingatkan, tapi tak jarang pula kita lah yang harus diingatkan. Beginilah hidup yang sehat: saling memberi dan saling menerima, saling menjaga dan saling dipelihara.
Ya, saling mengingatkan dalam kebaikan adalah salah satu ciri ukhuwah yang tulus dan iman yang hidup. Sebab manusia adalah makhluk yang lemah dan pelupa, insan yang berasal dari kata nasiya, artinya pelupa. Karena itulah, Allah menganugerahkan kita sesama saudara, agar menjadi cermin yang saling menampakkan kekurangan, menjadi penjaga yang saling memperingatkan saat salah arah, menjadi penyala yang saling menguatkan saat iman mulai meredup.
Firman Allah ï·»: “Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Adz-Dzariyat: 55) dan Dan, demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh serta saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran. (Qs. Al-'Ashr1-3)
Ya, betapa indahnya hidup ini bila dalam sebuah keluarga, dalam persahabatan, dalam lingkungan kerja, dalam kehidupan bertetangga ada ruang untuk saling mengingatkan, tanpa merasa lebih suci, dan juga tanpa merasa disudutkan. Karena sejatinya, nasihat bukan untuk merendahkan,
tapi untuk menyelamatkan.
Namun, Saudaraku, mengajak pada kebaikan dan mencegah keburukan (amar ma’ruf nahi munkar) bukan sekadar tugas, melainkan wujud kasih sayang antar sesama umat Muhammad ï·º. Rasulullah ï·º bersabda “Agama itu adalah nasihat.” Kami bertanya: Untuk siapa wahai Rasulullah? Beliau bersabda: Untuk Allah, untuk kitab-Nya, untuk Rasul-Nya, untuk para pemimpin kaum muslimin, dan untuk seluruh kaum muslimin.” (HR. Muslim)
Maka ketika kita mengingatkan saudara kita,
itu bukan karena merasa lebih baik atau lebih hebat atau lebih suci,, tetapi karena kita tidak ingin membiarkannya "jatuh atau tergelincir", dan suatu ketika kita "jatuh atau tergelincir", ada pula yang mengulurkan tangan untuk menarik dan menyelamatkan kita kembali ke jalan yang diridhai Allah ta'ala. Bukankah ini persaudaraan dan ukhuwah yang tulus.
Dengan demikian di antara rasa bahagia itu hadir ketika hubungan persaudaraan kita diikat oleh keimanan, bukan kepentingan. Ketika kita tidak sekadar berkawan di kala senang, tetapi juga tetap bersedia menjadi penjaga saat iman mulai goyah. Karenanya kita bersyukur ketika saudara kita yang dengan tulus ikhlas menasihati kita dengan santun, berterima kasih ketika ada yang mengingatkan, dan berbahagia ketika diberi kesempatan mengingatkan yang lain, Bahagia adalah ketika kita dikelilingi orang-orang yang peduli pada keselamatan akhirat kita, bukan hanya kenyamanan dunia kita.
Jika selama ini kita merasa enggan mengingatkan, takut dianggap mencampuri, atau malu untuk menegur dengan bijak, maka kini saatnya kita hijrah dari sikap masa bodoh menuju kepedulian sejati. Dan jika selama ini kita justru mudah tersinggung saat diingatkan, maka inilah saatnya hijrah dari keakuan menuju kerendahan hati dan menerima kebenaran dengan senang hati. Karena hanya jiwa-jiwa yang besar yang mampu mengingatkan dengan cinta, dan menerima peringatan dengan lapang dada.
Semoga Allah menjadikan kita semua bagian dari hamba-hamba-Nya yang saling menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, yang saling mengingatkan dengan kasih, dan saling membimbing menuju ridha dan surga-Nya. Aamiin
Tags:
Muhasabah Harian Ke-3678