Sri Suyanta Harsa
Muhasabah Harian Ke-3679 Serial Hijrah
Senin, 18 Muharam 1447
Bahagia Lantaran Bisa Memberi Apresiasi
Saudaraku, kita hidup di tengah masyarakat yang amat kompetitif. Ada sebagian orang yang sulit memberi apresiasi atau pujian, pelit dalam mengakui kelebihan orang lain, dan berat mengucapkan selamat atas capaian yang diraih oleh orang lain. Padahal, sejatinya mengapresiasi orang lain bukan hanya bentuk penghargaan sosial, tetapi juga merupakan kelugurab budi, kebesaran jiwa, dan jalan menuju rasa bahagia. Karena mengapresiasi keberhasilan saudara kita apakah teman sejawat, atau bahkan orang yang dulunya belajar dari kita memerlukan jiwa yang lapang dan hati yang bersih dari dengki.
Ya, memerlukan kematangan batin untuk berkata tulus: “Masya Allah, selamat ya atas pencapaiannya.” atau “Alhamdulillah, saya bangga atas prestasi anda” atau “Semoga terus sukses dan membawa manfaat bagi banyak orang.” atau "Saya turut berbahagia atas kesuksesan demi kesuksesan yang anda raih". Dan kalimat pujian serupa lainnya.
Kalimat-kalimat seperti itu sederhana, namun hanya bisa keluar dari lisan yang telah diliputi oleh keikhlasan, dan digerakkan oleh hati yang bersih, bebas dari cemburu sosial. Dengannya ukhuwah dan persaudaraan antar sesama menjadi lebih erat. Kita mengapresiasi, kita menyayangi antar sesama di bawah ridha Allah ta'ala. Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidak sempurna iman salah seorang dari kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka, bahagia karena orang lain bahagia adalah cermin dari kesempurnaan iman. Dan memberi apresiasi adalah wujud nyata dari cinta tulus itu. Apresiasi bukan hanya menyenangkan hati orang lain, tetapi juga membesarkan semangat, memperkuat motivasi, dan menjadi spirit bagi tumbuhnya prestasi berikutnya. Satu ucapan penghargaan kadang mampu mengubah hari seseorang, bahkan hidupnya menjadi lebih baik
Namun mengapa ada orang yang sulit memberi apresiasi? Ya, di antaranya karena mengapresiasi itu menuntut pengakuan akan keunggulan orang lain, sementara egonya kadang belum siap menerima kenyataan bahwa ada orang yang lebih sukses, lebih berilmu, lebih cepat maju, lebih shalih atau lebih dekat kepada Allah. Padahal, jika kita jujur, setiap kelebihan orang lain adalah rahmat Allah, dan setiap keberhasilannya adalah bagian dari keberkahan umat.
Oleh karena itu, kita pun harus berhijrah dari hati sempit menuju keluasan, dari iri menuju ridha, dari acuh tak acuh menuju kata-kata yang membesarkan. Hijrah dari jiwa yang hanya ingin diapresiasi, menuju jiwa yang ikhlas memberi apresiasi.“Dan janganlah engkau iri terhadap apa yang telah Allah karuniakan kepada sebagian dari mereka lebih banyak dari yang lain...” (QS. Al-Nisa: 32)
Bila ada saudara kita mendapat kelebihan, maka itu tanda bahwa Allah sedang membagikan anugerah-Nya. Dan bila kita ikut bersyukur atas anugerah itu meski itu bukan untuk kita secara langsung niscaya kita pun akan ikut dilibatkan dalam keberkahannya. Di antara dianugrahu rasa bahagia.
Apresiasi merupakan amal kebajikan yang bisa saja tak membutuhkan biaya, tapi membuahkan manfaat bagi kehidupan. Satu kalimat pujian tulus bisa menjadi pendorong prestasi, bisa menjadi penguat semangat yang hampir padam. Inilah mengapa, bahagia adalah saat kita bisa ikut berbahagia atas keberhasilan orang lain, karena itu tanda bahwa hati kita sehat, iman kita tumbuh, dan akhlak kita terjaga.
Oleh karena itu kita rawat jiwa ini agar tidak dipenuhi rasa berat hati, melainkan dipenuhi semangat untuk merayakan kebaikan dan keberhasilan orang lain. Semoga Allah menjadikan kita hamba yang lapang dada, yang mampu bersyukur bukan hanya atas nikmat yang kita terima, tetapi juga atas nikmat yang Allah karuniakan kepada saudara-saudara kita. Aamiin
Tags:
Muhasabah Harian Ke-3679